Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kineja obligasi mengungguli kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang Maret 2024. Dengan tingginya ketidakpastian, instrumen investasi dengan risiko yang lebih rendah dinilai lebih prospektif.
Berdasarkan data yang dihimpun KONTAN, kinerja obligasi pemerintah mencetak imbal hasil sebesar 0,11% secara bulanan (Mom) dan obligasi korporasi 0,54%. Sementara return IHSG justru tercatat minus 0,37% sepanjang Maret.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, memang ada dana asing yang sempat keluar dari pasar obligasi. Meski begitu, kinerjanya lebih baik karena tetap ada yang menyerap dari dalam negeri.
"Sehingga perubahan yield tidak terlalu banyak, bahkan harga naik karena ada pembayaran kupon," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (1/4).
Baca Juga: Rupiah Sentuh Level Terendah Lima Bulan Terakhir, Emiten-Emiten Ini Diuntungkan
Sementara melemahnya kinerja IHSG karena adanya sell off pada emiten yang cukup besar. Misalnya, saham-saham perbankan dan telekomunikasi yang memiliki kapitalisasi besar sehingga menekan IHSG.
Di sisi lain, ada dana asing yang masuk ke pasar saham. Hanya saja, Fikri melihat dananya masuk ke emiten-emiten tier kedua sehingga tidak terlalu memberikan efek terhadap IHSG.
Selain itu, terjadi pergeseran aliran dana asing pada pekan terakhir Maret 2024. Bank Indonesia (BI) mencatat nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto atau outflow sebesar Rp 1,36 triliun.
Rinciannya, beli neto Rp 0,97 triliun di pasar SBN, jual neto Rp 1,59 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp 0,74 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Baca Juga: Kinerja Reksadana Campuran Tumbuh Signifikan di Februari 2024, Ini Penyebabnya
Meskipun memang, jika dilihat sejak awal tahun, kinerja IHSG mengungguli pasar obligasi. Terlihat dari aliran dana asing dengan jual neto Rp 33,31 triliun di pasar SBN, beli neto Rp 28,90 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp 20,05 triliun di SRBI.
Kinerja IHSG juga tercatat memberikan imbal hasil sebesar 1,12% Ytd. Sementara obligasi pemerintah memberikan return sebesar 0,55% dan obligasi korporasi sebesar 1,10% Ytd.
Meski begitu, Fikri menilai dengan ketidakpastian yang masih tinggi maka instrumen investasi dengan risiko rendah lebih prospektif. Ini juga sembari menantikan kebijakan ke depan.
Dus, pasar uang dinilai menjadi instrumen investasi yang menarik. Menurutnya, investor bisa memperhatikan SRBI dan surat utang negara (SUN) jangka pendek.
Baca Juga: Pasar Keuangan Menanti Tim Ekonomi Prabowo
"Dengan suku bunga yang masih tinggi membuat yield untuk tenor 1 tahun menjadi sangat menarik, ditambah perlakuan pajak yang lebih kecil," sebutnya.
Adapun yield SUN 1 tahun berada dikisaran 6,2% dan SRBI untuk 12 bulan sekitar 6,7%-6,8%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News