Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten properti cenderung mendaki dalam periode sembilan bulan 2022. Dari laporan keuangan yang dirilis sejauh ini, mayoritas emiten properti mampu mengerek pendapatan dan laba bersihnya.
Sebagai gambaran, tengok saja PT Ciputra Development Tbk (CTRA) yang berhasil meraih laba bersih senilai Rp 1,52 triliun, melesat 50,5% secara tahunan (YoY). Sedangkan pendapatan tumbuh 8,73% menjadi Rp 7,22 triliun.
Kemudian ada PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) yang pendapatan dan laba bersihnya masing-masing naik 67,02% dan 32,69%. PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) juga mendongkrak kinerja, dengan pendapatan yang naik 11,37% dan laba bersih melesat 81,68%.
Kinerja PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) tak kalah mentereng. Penjualan dan pendapatan usaha APLN meroket 154,48% secara YoY menjadi Rp 7,38 triliun.
Baca Juga: Metropolitan Land (MTLA) Akan Naikkan Harga Jual Rumah Tapak pada Tahun Depan
Top line APLN terdongkrak oleh penjualan Mal Central Park senilai Rp 4,08 triliun. Dari sisi bottom line, APLN membalikkan posisi dari rugi Rp 464,82 miliar menjadi laba Rp 2,35 triliun.
Emiten properti Sinarmas Grup punya cerita berbeda. PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) mampu mengerek pendapatan hingga 38,37%. Namun, laba bersih BSDE turun 1,33% akibat tersengat rugi selisih kurs dan kenaikan beban.
PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) punya nasib lebih nahas. Pendapatan neto ambles 12,91% menjadi Rp 10,45 triliun dan rugi bersihnya membengkak 236% menjadi Rp 1,92 triliun.
Baca Juga: Intiland Development (DILD) Pertimbangkan Naikkan Harga Jual Rumah Tapak Tahun 2023
Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei melihat pengembang dengan produk rumah tapak yang kuat cenderung lebih unggul. Sebab, proses pembangunan dan serah terima di segmen ini berlangsung lebih cepat.
"Juga didukung dengan kebijakan yang menguntungkan seperti down payment murah dan berbagai promo yang diberikan developer," kata Jono kepada Kontan.co.id, Kamis (3/11).
Selain itu, emiten yang memiliki segmen pendapatan berulang (recurring income) terutama mal dan hotel lebih diuntungkan. Sejalan dengan pulihnya mobilitas masyarakat dan pariwisata pasca pengetatan pandemi covid-19.
Sementara itu, Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih menyoroti Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebagai katalis positif penjualan properti hingga kuartal III-2022. Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPR & KPA) pun tercatat tumbuh stabil sebesar 7,7%.
Sedangkan penyaluran kredit properti mengalami akselerasi dari 5,4% YoY di bulan Agustus menjadi 6,5% pada September. "Akselerasi kredit tersebut merespons berakhirnya potongan PPN DTP pada September 2022," sebut Ratih.
Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga BI Tak Akan Menekan Penyaluran Kredit Tahun 2023
Namun, Ratih punya catatan untuk prospek emiten properti ke depannya. Pertama, kinerja emiten properti hingga September 2022 sebagian besar ditopang oleh pra-penjualan yang masih mendapatkan insentif PPN DTP.
Berakhirnya insentif bisa membuat laju penjualan properti menjadi terbatas. Kedua, sentimen negatif datang dari kenaikan inflasi dan suku bunga yang akan berdampak pada naiknya tingkat bunga KPR.
Sedangkan jika mengandalkan recurring revenue dari pendapatan sewa, kenaikan inflasi akan menurunkan daya beli masyarakat. Alhasil, intensitas kunjungan mall berpotensi menurun dan berpengaruh terhadap occupancy rate pusat perbelanjaan.
Baca Juga: Ditopang Penjualan Hunian, Laba Ciputra Development (CTRA) Tumbuh di Q3 2022
Rekomendasi Saham
Tantangan yang menghadang emiten properti itu membuat pergerakan saham di sektor ini masih terbatas. Terlebih, belum ada sentimen yang bisa menjadi booster hingga akhir tahun nanti.
Meski begitu, sektor properti masih punya harapan. Pasalnya, secara historis siklus selanjutnya setelah commodity boom adalah tingginya permintaan properti.
"Karena penambang dan investor yang telah memiliki dana lebih akibat keuntungan dari naiknya harga komoditas berpotensi mengalihkan sebagian dananya untuk investasi pada aset properti," sebut Ratih.
Analis Sucor Sekuritas Benyamin Mikael juga menilai bahwa potensi upside dari sektor properti masih cukup tinggi. Pelaku pasar pun bisa mempertimbangkan saham properti sebagai diversifikasi.
Baca Juga: Pendapatan Perbankan dari Pemulihan Aset Semakin Besar
Meski dengan sejumlah tantangan yang ada, Benyamin memprediksi emiten besar seperti CTRA, BSDE, dan SMRA masih mampu meraup pendapatan pra-penjualan (marketing sales) yang tinggi sampai akhir tahun ini.
Sebagai rekomendasi saham, Benyamin menyarankan buy CTRA dan SMRA dengan target harga masing-masing berada di Rp 1.200 dan Rp 970.
Jono juga menilai saham properti bisa menjadi peluang bagi investor dengan harga yang saat ini cenderung murah. Jono menjagokan saham CTRA dengan target harga Rp 1.300.
Sedangkan saham BSDE berpotensi menuju resistance di kisaran Rp 1.010. Target harga BSDE bisa dipertimbangkan pada area Rp 1.350. Selain itu, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) bisa dilirik dengan target harga Rp 600.
Baca Juga: Pendapatan BSDE Masih Melaju, Tapi Laba Tertekan Rugi Kurs
Adapun, Ratih merekomendasikan buy on weakness CTRA di area Rp 900 - Rp 910 dengan target harga pada resistance terdekat di level Rp 980. Pertimbangkan cut loss apabila break support di harga Rp 890.
Selanjutnya, buy on weakness SMRA di area Rp 550 - Rp 560 dengan target harga pada resistance terdekat di level Rp 620. Pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp 530.
Rekomendasi berikutnya, sell on high saham APLN dengan target harga pada resistance di level Rp 170, serta pertimbangkan support di level harga Rp 150 per saham-Rp 147 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News