kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ketika Astra Bukan Hanya Astra


Jumat, 23 Mei 2008 / 16:35 WIB


Reporter: Abdul Wahid Fauzie | Editor: Test Test

JAKARTA. Setelah sempat mengalami pasang surut pada tahun lalu, PT Astra International Tbk (Astra) bertekad untuk menggenjot penjualan sepeda motor dan penjualan mobilnya tahun 2007 ini. Sudah relatif rendahnya tingkat suku bunga mendasari optimisme manajemen Astra. "Kita targetkan penjualan motor dan mobil akan meningkat 5%-10%," kata Aminudin, Sekretaris Perusahaan Astra.

Sekadar mengingatkan, tahun lalu pendapatan Astra turun 10% menjadi Rp 55,5 triliun, dari Rp 61,7 triliun pada 2005. Laba operasinya juga turun 22% menjadi sekitar Rp 5 triliun. Alhasil, laba bersihnya tinggal Rp 3,7 triliun atau tergerus 32% dari tahun lalu yang mencapai Rp 5,5 triliun.

"Tahun 2006 terbukti, seperti telah diperkirakan, merupakan tahun yang sulit," kata Michael D. Ruslim, Direktur Utama Astra, dalam sebuah pernyataan (28/2).
Khusus untuk bisnis otomotif, laba operasional Astra anjlok 51% menjadi Rp 859 miliar. Pasalnya, total permintaan mobil turun 40% menjadi 318.904 unit. Dari total permintaan ini, Astra hanya mampu menjual 174.827 unit. Artinya, dibandingkan penjualantahun lalu, turun 32%.

Namun, dengan angka itu, Astra berhasil meningkatkan tingkat penguasaan pasar mobil nasional dari 49% menjadi 55%. Tak cuma penjualan mobilyang surut, penjualan motor pun seret. Secara industri, permintaan motor turun 13% menjadi 4,4 juta unit. Sementara, penjualan Astra Honda Motor, anak usaha Astra, turun 12% menjadi 2,3 juta unit dengan pangsa pasar 53%.

Secara nasional, melesunya permintaan otomotif tak terlepas dari efek kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada kuartal terakhir 2005. Juga, akibat tingkat bunga tinggi yang mendominasi tahun 2006. Tapi, kini pengaruh-pengaruh buruk itu sudah berlalu. Masyarakat sudah menyesuaikan diri dengan kenaikan BBM. Dengan acuan bunga bank sentral 9%, bunga kredit kini sudah makin rendah. Dus, tidak berlebihan jika berharap sektor otomotif akan bangkit.

Bukan ranting yang tidak berbuah

Manajemen Astra sendiri mematok pertumbuhan penjualan otomotif yang cukup konservatif, yaitu berkisar 5%-10%. Tapi, jangan salah, bukan berarti pertumbuhan kinerja financial bakal mentok di angka itu juga. Sebab, bicara Astra tak melulu bicara soal bisnis penjualan otomotif.

Bukan rahasia lagi, Astra memiliki sejumlah anak usaha yang ikut menopang kinerjanya. Lewat anak usahanya itu, Astra menjejakkan kakinya di aneka sektor usaha, mulai dari agrobisnis hingga perbankan.

Di sektor jasa keuangan, Astra mempunyai PT Bank Permata Tbk, PT Federal International Finance, Astra Credit Companies, PT Asuransi Astra Buana, dan PT CMG Life. Di sektor perkebunan, Astra memiliki PT Astra Agro Lestari Tbk.

Astra juga bergerak di sektor teknologi informasi lewat PT Astra Graphia Tbk dan PT SCS Astragraphia Technologies. Masih ada lagi. Astra punya PT United Tractor Tbk yang bergerak di bidang usaha alat berat dan PT Astra Autopart Tbk yang bergerak di bidang onderdil otomotif.

Belakangan, Astra pun menjejakkan kakinya di bisnis infrastruktur lewat PT Astratel Nusantara dan turut memiliki saham PT Marga Mandala Sakti yang notabene operator jalan tol Tangerang-Merak.

Anak-anak usaha itu bukanlah tangkai yang tidak menghasilkan buah. Sebaliknya, buah anak usaha ini cukup manis buat Astra. Bahkan, dari total pendapatan usaha Rp 5 triliun tadi, sumbangan bisnis penjualan otomotif tak sampai Rp 1 triliun.

Sejarahnya, Astra sendiri merupakan sebuah perusahaan dagang dan ekspor-impor dengan nama PT Astra International Inc. yang dirintis oleh Tjia Kian Tie dan William Soeryadjaya pada 20 Februari 1957.

Sektor yang awalnya digeluti adalah perdagangan hasil bumi dan aneka barang, seperti limun, makanan kaleng, bahan bangunan, peralatan listrik dan alat-alat kantor. Hingga akhirnya, perusahaan ini mengakuisisi PT Gaya Motor dan mengubahnya menjadi tempat perakitan otomotif pada 1969.

Sejak itu, usaha Astra berkembang pesat dan mulai mendapat kepercayaan dari perusahaan kelas dunia untuk menjadi distributor produknya di Indonesia. Astra pun kini menguasai distribusi sejumlah merek terkenal, seperti Toyota, Honda, Fuji Xerox, Komatsu, Daihatsu, dan banyak lagi.

Akhirnya, pada 1990, Astra mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Waktu itu, saham perdana Astra yang bersimbol ASII dihargai Rp 14.850 per saham.

Beberapa kali, perusahaan melakukan pemecahan saham. Terakhir, saham ASII yang seluruhnya berjumlah lebih dari 4 triliun itu dibanderol pada harga Rp 13.500 per saham (5/4) dengan kapitalisasi pasar mencapai lebih dari Rp 54,65 triliun.

Setelah T.P. Rachmat menjual sahamnya, Jardine Cycle&Carriage Ltd. asal Singapura kini menjadi pemegang saham pengendali dengan menguasai 50,11% saham ASII. Adapun dua komisaris dan masyarakat menguasai sisanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×