Reporter: Grace Olivia | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurs mata uang rupiah tampaknya tak kunjung lolos dari tekanan. Pada pembukaan perdagangan pertama pasca lebaran besok, Rabu (20/6), mata uang Garuda diproyeksi akan kembali melemah. Kenaikan suku bunga acuan The Fed pekan lalu, kemungkinan masih akan memberi imbas pada rupiah.
Meski sudah diantisipasi sejak jauh hari, Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih, berpendapat, kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed masih akan tetap membuat rupiah bergejolak. "Apalagi, pasar kita jauh terlambat responnya dibanding pasar negara lain, khususnya emerging market, karena tutup libur," ujar Lana, Selasa (19/6).
Tak hanya itu, dalam pertemuan FOMC lalu, The Fed juga menegaskan rencananya menaikkan suku bunga acuan dengan lebih agresif. Artinya, rupiah masih harus menghadapi momentum tekanan dari The Fed sebanyak dua kali lagi hingga tutup tahun.
Bersama dengan India, Indonesia menjadi negara dengan mata uang paling terdepresiasi saat merespon kenaikan suku bunga acuan AS. Analis Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto, menilai, hal tersebut lantaran Indonesia dan India merupakan negara emerging market yang menikmati aliran dana asing terbesar selama ini.
"Indonesia dan India keduanya negara dengan pertumbuhan ekonomi cukup stabil dan mengandalkan komoditas, dana asing yang masuk ke pasarnya lebih besar. Begitu pula saat suku bunga AS naik, aliran dana asing yang keluar pun besar dan berpengaruh signifikan terhadap pasar keduanya," jelas Andri, Selasa (19/6).
Di samping itu, Andri menambahkan, pelaku pasar juga cenderung meninggalkan Indonesia akibat khawatir terhadap pengelolaan fiskal, antara lain tingkat utang pemerintah dan swasta yang kian membengkak. Agar dapat menghadapi kenaikan suku bunga The Fed selanjutnya, nilai tukar rupiah perlu disokong data perekonomian yang positif seperti neraca dagang, inflasi, dan pertumbuhan kredit yang membaik.
Adapun, Lana menilai, BI masih perlu terus melakukan intervensi untuk menahan pelemahan rupiah. Langkah stabilisasi dengan menaikkan suku bunga acuan atau 7 Days Repo Rate pada Rapat Dewan Gubernur pada 28 Juni mendatang, menurut Lana, kemungkinan besar akan menjadi pilihan.
"Risiko ke sektor riil memang pasti ada, terutama ke perekonomian yang jadi makin berat untuk berekspansi. Tapi, kenaikan suku bunga penting untuk menstabilkan nilai tukar," ungkap Lana.
Ia memprediksi, besok, rupiah akan diperdagangkan dalam rentang Rp 14.000 - Rp 14.100 per dollar AS. Sementara, Andri memproyeksi rupiah berada di kisaran Rp 14.000 - Rp 14.050.
Pada akhir tahun nanti, Lana melihat posisi rupiah tidak akan bergerak jauh dari posisinya saat ini, yaitu di level Rp 14.100 per dollar AS. Adapun, Andri lebih optimistis memprediksi kurs rupiah mampu ditutup menguat ke level Rp 13.700 di akhir 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News