Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia tengah menjadi tujuan investasi yang menarik dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini terbukti dari aliran dana asing yang terus mengalir baik di pasar saham maupun obligasi.
Salah satu indikasi Indonesia menjadi tujuan investasi yang prospektif dapat dilihat dari pergerakan level credit default swap (CDS) yang berada di level terendahnya. Pada Rabu (11/11), level CDS Indonesia tenor 10 tahun sempat berada di 133,44 dan CDS Indonesia tenor 5 tahun pada Selasa (10/11) berada di 72,39.
Director and Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Asset Management Ezra Nazula mengatakan, penurunan level CDS Indonesia ke level terendah didorong oleh kondisi risk on environment global setelah pemilu AS karena inflow masuk ke emerging markets.
Namun, dalam beberapa hari terakhir justru terjadi rally kenaikan terhadap pergerakan level CDS Indonesia. Pada Kamis (19/11), level CDS Indonesia tenor 10 tahun berada di level 140,84. Sementara, CDS Indonesia tenor 5 tahun juga punya pola yang serupa, pada Kamis (19/11) sudah naik ke level 79,20.
Baca Juga: Ini alasan reksadana pendapatan tetap bakal kian berkilau di tahun depan
"CDS itu kan dipengaruhi oleh kondisi volatilitas global, jadi kenaikan sementara seperti saat ini memang mungkin terjadi, apalagi dengan kondisi yang memang volatile. Namun, CDS Indonesia sebenarnya bisa tetap terjaga di level rendah selama kondisi risk on terjaga," ujar Ezra kepada Kontan.co.id, Minggu (22/11).
Menurut Ezra, dengan yield Indonesia yang saat ini masih relatif tinggi, ini akan menjadi pemicu yang menarik investor asing. Apalagi, semakin terbukanya harapan pemulihan ekonomi Indonesia pada tahun depan. Dus, Ezra menilai ini akan mampu menjaga level CDS Indonesia tidak melonjak terlalu tinggi.
Baca Juga: IHSG diprediksi kembali ke level 6.000 pada 2021, simak rekomendasi saham berikut
Head Fixed Income Trimegah Sekuritas Asset Management Darma Yudha juga mengatakan level CDS Indonesia berpeluang berada di level rendah. Apalagi, Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan menjadi 3,75%, Yudha menilai ini akan memberi sentimen positif untuk jangka panjang. Apalagi menurutnya, masih ada ruang setidaknya satu kali lagi untuk BI memangkas suku bunga acuan pada tahun depan.
“Kebijakan moneter ini diharapkan dapat membantu menstimulasi ekonomi Indonesia dan membuat yield obligasi kita kembali turun dan semakin menarik. Tapi kuncinya tetap ada pada penanganan Covid-19 terlebih dahulu, jika ditangani dengan baik, barulah dampak positifnya akan terlihat,” tambah Yudha.
Dalam kondisi saat ini, Ezra menuturkan investor sebaiknya mengambil langkah agresif dalam menyusun strategi portofolio pendapatan tetap mereka. Menurutnya, investor bisa mengambil obligasi berdurasi panjang, mengingat likuiditas lokal yang masih tinggi, inflow asing masih terus berlanjut, dan nilai kurs rupiah yang stabil.
Baca Juga: Sri Mulyani: Reformasi aturan PPh bisa tingkatkan capital inflow
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News