kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kelik Irwantono: Investasi untuk jangka panjang


Sabtu, 18 Januari 2014 / 09:00 WIB
ILUSTRASI. Sebuah truk membongkar muat batu bara di area pengumpulan Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (4/1/2022). Kinerja Ciamik, Bukit Asam (PTBA) Bukukan Kenaikan Laba 246% di Semester I 2022.


Reporter: Agus Triyono | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Berinvestasi harus bertujuan jangka panjang, paling tidak untuk kurun waktu lima tahun atau sepuluh tahun ke depan. Selain untuk mendapatkan hasil lebih maksimal, cara investasi ini juga ampuh untuk menjauhkan investasi kita dari fluktuasi harga.

Itulah salah satu prinsip yang selalu dipegang teguh Kelik Irwantono, Direktur Keuangan PT BW Plantation Tbk dalam menjalankan investasinya. Berbekal prinsip investasi itu, pada 1997 silam, lelaki asal Kota Gudeg Yogyakarta ini mulai membelanjakan uang hasil tabungannya senilai Rp 5 juta  untuk membeli saham di bidang perbankan.

Awalnya, pilihan investasi itu hanya mengikuti teman. Tidak mengherankan, karena hanya ikut- ikutan, investasi saham tersebut sempat tidak berjalan mulus. Apalagi ketika itu, gelombang krisis ekonomi dan moneter melanda sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia. Akibatnya, saham yang dibelinya ambruk.

Kata Kelik, kala itu, dirinya tidak bisa berbuat apa-apa, karena sudah terlanjur menanamkan dananya di saham tersebut. Untunglah, ia menganut prinsip investasi untuk jangka panjang. Jadi, meski saham ambruk, pria penggemar olahraga bulutangkis ini tidak panik dan menjual sahamnya. Ia tetap memegang saham tersebut. Alhasil, ia berhasil terhindar dari kerugian besar, karena beberapa tahun kemudian, pasar saham kembali pulih.

"Saya diamkan karena memang tujuan saya untuk jangka panjang dan saya kaget saat tahun 2005 - 2006, keuntungan saham yang waktu itu saya beli ternyata sudah tiga kali lipat, padahal waktu 1997 itu saya pikir sudah jadi kertas saja," tutur Kelik.

Berbekal pengalaman itulah, Kelik  semakin yakin dengan prinsip investasi yang dianutnya. Berkat pengalaman itu pula, dia semakin tertarik memperbanyak portofolio investasi di pasar modal. Ia mengaku selalu menyisihkan penghasilan untuk membeli saham dan reksadana.

Strategi jitu

Kelik beryakinan, sampai beberapa waktu ke depan, investasi pasar modal masih menjanjikan keuntungan. Meski optimistis, namun ia tidak lantas sembrono. Alumnus Fakultas Ekonomi UGM ini tetap menggunakan strategi supaya investasinya bisa tetap menguntungkan.

Misal, dalam berinvestasi, Kelik tetap memperhatikan  faktor fundamental saham yang akan ia beli. Selain itu, ia juga terlebih dahulu melihat potensi perkembangan sektor industri terkait saham yang akan dibelinya. Jika, pertumbuhan industrinya bagus, ia akan membeli saham tersebut. Begitu pula sebaliknya.

"Dan sejauh pengamatan saya, saya temukan bahwa saham perkebunan dan perbankan yang pertumbuhannya bagus," ungkap Kelik.

Selain memperhatikan tingkat kesehatan fundamental saham, pencinta ilmu ekonomi ini juga mengatakan, mulai 2009 lalu, ia memutuskan untuk mempelajari pergerakan teknikal saham. Kelik mengklaim, strategi yang dijalankannya itu terbilang efektif. Dalam kurun waktu empat tahun sejak memadukan aspek fundamental dan teknikal dalam berinvestasi saham, keuntungan investasi yang didapatnya sudah mencapai 100%.

Meski mengaku puas dengan keuntungan berinvestasi dalam saham, Kelik mencoba peruntungan lain. Dia melirik investasi di sektor properti.  Seperti halnya investasi di saham, Kelik juga punya strategi khusus agar investasinya di sektor properti bisa cepat memberikan keuntungan besar. Kuncinya, memilih properti di lokasi strategis.

Mengacu strategi itu, pada 2011, Kelik membeli sebidang tanah seluas 300 meter persegi di kawasan Joglo, Jakarta Barat. Harganya ketika itu Rp 1,5 juta per meter persegi (m2). Dalam waktu dua tahun, tanah yang dibelinya sudah dihargai lebih dari Rp 5 juta per m2. "Perkembangan daerahnya memang bagus," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×