Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga mayoritas aset kripto rontok akibat kombinasi faktor kebijakan Donald Trump, arus keluar ETF, serta dampak peretasan Bursa Kripto Bybit. Investor diharapkan tetap tenang menyikapi anjloknya harga aset digital ini.
Analis Tokocrypto Fyqieh Fachrur mengatakan, pasar kripto mengalami penurunan tajam dengan Bitcoin (BTC) jatuh ke US$ 88.883, Ethereum (ETH) turun ke US$ 2.485, dan Solana (SOL) anjlok ke US$ 140. Tekanan jual yang besar ini dipicu oleh kombinasi faktor makroekonomi, keluarnya dana dari ETF Bitcoin, serta dampak peretasan Bybit senilai US$ 1,5 miliar.
Salah satu penyebab utama penurunan ini adalah kebijakan ekonomi AS, terutama ketidakpastian terkait tarif perdagangan dan suku bunga The Fed. Inflasi AS yang lebih tinggi dari perkiraan, yakni 3% YoY, menimbulkan kekhawatiran bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.
"Sikap hawkish The Fed membuat investor beralih ke aset safe-haven seperti dolar AS dan obligasi, sehingga mengurangi minat terhadap aset berisiko seperti kripto," ujar Fyqieh kepada Kontan.co.id, Rabu (26/2).
Baca Juga: Bitcoin Longsor di Bawah US$90.000! Bahaya Buy the Dip, Tren Bearish Masih Mengintai
Selain itu, kebijakan baru Donald Trump yang menerapkan tarif terhadap Kanada, Meksiko, dan China semakin memperburuk ketidakpastian pasar global, mendorong aksi jual lebih lanjut di pasar kripto.
Fyqieh melihat, faktor lain yang memperberat tekanan jual adalah arus keluar besar-besaran dari ETF Bitcoin dan Ethereum. Sejak pertengahan Februari, investor institusional mulai menarik modal merekadari pasar kripto.
Adapun total arus keluar dari ETF Bitcoin sejak 17 Februari telah mencapai lebih dari US$1,77 miliar, dengan rekor terbesar terjadi pada 25 Februari, yaitu US$937,9 juta dalam satu hari. ETF Ethereum juga mengalami penurunan serupa dengan arus keluar sebesar US$26,3 juta.
"Kondisi ini menunjukkan bahwa investor mulai mengurangi eksposur terhadap aset kripto di tengah ketidakstabilan pasar, yang semakin memperburuk tekanan jual, terutama pada BTC dan ETH," imbuh Fyqieh.
Fyqieh menambahkan, tekanan jual yang terjadi juga menyebabkan gelombang likuidasi besar-besaran di pasar derivatif, terutama pada perdagangan futures, yang semakin memperburuk penurunan harga aset kripto.
Dalam 24 jam terakhir, total likuidasi di pasar kripto mencapai US$ 1,04 miliar, dengan Bitcoin Futures mencatatkan likuidasi sebesar US$ 587 juta—angka tertinggi sejak Desember 2024. Banyak trader yang menggunakan leverage tinggi mengalami margin call, yang memicu aksi jual lebih lanjut dan mempercepat kejatuhan harga Bitcoin serta altcoin.
Peretasan Bybit perburuk sentimen
Di samping itu, Fyqieh menuturkan bahwa insiden peretasan Bybit memperburuk sentimen investor dan mempercepat tekanan jual di berbagai aset kripto. Setelah peretasan pada 21 Februari, investor mulai menarik dana dalam jumlah besar dari Bybit.
Galaxy Digital menarik 25.000 ETH senilai US$ 67 juta dan 200.000 USDC, sementara dompet anonim menarik 700 BTC senilai US$ 68,8 juta. Kepanikan ini juga membuat beberapa whale dan institusi lebih berhati-hati dalam menyimpan dana mereka di centralized exchange (CEX), yang semakin menambah tekanan pada pasar.
Fyqieh mengatakan, ethereum menjadi salah satu aset yang paling terdampak karena sebagian besar dana yang dicuri berbentuk ETH. Peretas langsung menjual aset curian melalui Thorchain dan OKX DEX untuk dikonversi menjadi stablecoin DAI, yang mendorong harga Ethereum turun ke US$ 2.485.
"Ketidakpastian yang meningkat di pasar akibat peretasan ini memicu aksi jual besar-besaran. Meski begitu, faktor makroekonomi seperti kebijakan tarif AS da arus keluar dana dari ETF tetap menjadi penyebab utama penurunan harga Bitcoin dan altcoin," sebutnya.
Baca Juga: Bybit Nyatakan Perang terhadap Lazarus, Pasca Peretasan Besar-besaran Rp 24 Triliun
Menurut Fyqieh, bitcoin saat ini berada di bawah US$ 90.000 dengan tekanan jual yang masih dominan akibat arus keluar ETF dan ketidakpastian makroekonomi.
Jika BTC gagal bertahan di atas US$88.000, ada potensi penurunan ke US$ 85.000–US$ 82.000.
Namun, jika terjadi akumulasi di level support ini, BTC bisa kembali menguji US$ 92.000 – US$ 95.000 dalam jangka pendek.
"Investor disarankan tetap waspada dan memantau pergerakan volume serta sentimen pasar sebelum mengambil keputusan," saran Fyqieh.
Fyqieh menyebutkan, pemulihan pasar kripto saat ini sangat bergantung pada kondisi makro dan arus modal institusional. Meskipun pasar masih dalam fase ketidakpastian, ada beberapa indikator yang berpotensi mendorong pemulihan.
Dari sisi bullish, dampak bitcoin halving yang akan terjadi pada April 2025 bisa menjadi katalis positif. Secara historis, BTC cenderung mengalami rebound menjelang dan setelah halving.
Jika ETF Bitcoin mulai mengalami arus masuk kembali, ada peluang harga pulih ke kisaran US$ 95.000 - US$ 100.000. Selain itu, jika The Fed memangkas suku bunga lebih cepat dari perkiraan, minat investor terhadap aset berisiko seperti kripto bisa kembali meningkat.
Baca Juga: Robert Kiyosaki: Jika Bitcoin Jatuh, Saya akan Serok Sebanyak Mungkin!
Sementara itu, risiko bearish yang perlu diperhatikan yakni berlanjutnya arus keluar dari ETF Bitcoin. Selain itu, jika Donald Trump melanjutkan kebijakan perang tarif dengan Tiongkok, pasar global, termasuk kripto, bisa semakin tertekan.
"Bitcoin telah mengalami siklus serupa di masa lalu sebelum akhirnya mencetak all-time high (ATH) baru, sehingga kesabaran dan strategi yang disiplin tetap menjadi kunci dalam menghadapi kondisi pasar saat ini," ucap Fyqieh.
Strategi investor
Fyqieh menilai, strategi yang tepat menjadi kunci bagi investor untuk bertahan dan memanfaatkan peluang di tengah kondisi pasar yang tidak menentu. Investor perlu menyesuaikan strategi sesuai dengan profil risiko, baik sebagai trader jangka pendek, swing trader, maupun investor jangka panjang (HODLer).
Tetap tenang dan tidak panik adalah langkah awal yang penting, mengingat koreksi merupakan bagian alami dari siklus pasar. Strategi Dollar Cost Averaging (DCA) dapat digunakan dengan akumulasi bertahap di level support antara US$ 85.000 - US$ 90.000.
Baca Juga: Portofolio Kripto Donald Trump Anjlok Drastis, Terendah dalam 12 Bulan Terakhir
Manajemen risiko yang ketat juga diperlukan, seperti menggunakan stop-loss bagi trader dan menghindari leverage tinggi untuk meminimalkan potensi kerugian.
Selain itu, penting untuk terus memantau indikator makro dan pergerakan dana institusional di ETF Bitcoin, karena keputusan The Fed dapat berdampak langsung pada pasar.
Bagi swing trader, volatilitas harga di kisaran US$ 85.000 - US$ 95.000 bisa menjadi peluang untuk melakukan trading jangka pendek. Sementara itu, bagi investor jangka panjang sebaiknya tetap berpegang pada fundamental Bitcoin, terutama dengan mendekatnya momen halving yang berpotensi menjadi katalis pemulihan pasar.
Selanjutnya: IHSG Naik ke 6.606 pada Rabu (26/2), Net Sell Asing Mulai Menciut
Menarik Dibaca: Bali Soap Luncurkan Produk Body Butter dan Hand Cream Terbaru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News