kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Jumlah saham gocap berkurang


Senin, 06 Februari 2017 / 07:26 WIB
Jumlah saham gocap berkurang


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Perdagangan saham di awal tahun ini rupanya benar-benar semarak. Alhasil, jumlah saham yang memiliki harga di batas bawah, Rp 50 per saham, berkurang banyak. Hal ini paling tampak pada saham-saham yang terafiliasi Grup Bakrie.

Awal tahun lalu, harga saham sebagian besar emiten anggota grup ini mentok di level bawah. Tapi, sejumlah saham Grup Bakrie mulai bergoyang akhir tahun lalu.Ada saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan akhir pekan ini menghasilkan gain hingga dua digit. Saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), PT Darma Henwa Tbk (DEWA), PT Bakrie Plantations Tbk (UNSP) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) pun mentas dari level Rp 50 per saham.

Jadi, tinggal tinggal dua saham emiten Grup Bakrie lagi yang masih betah di zona saham gocap, yakni saham PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL). Saham PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) dan PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) sudah sejak lama berada di luar zona saham gocap. "Ini karena adanya sentimen antargrup," kata analis First Asia Capital David Sutyanto kepada KONTAN. BUMI menjadi pemicu kenaikan tersebut.

Namun, lanjut David, investor harus tetap waspada. Jangan latah lalu buru-buru masuk ke saham tersebut. Sebab, ada sejumlah saham yang bergerak tanpa ada sentimen fundamental.

Cermati juga valuasi dan historis fundamental emiten. Sejumlah saham Grup Bakrie, seperti UNSP, punya price to book value (PBV) yang murah. "Tetapi, track record fundamental beberapa waktu ke belakang tidak bisa dikesampingkan," imbuh David.

Bukan hanya saham Grup Bakrie yang keluar dari zona gocap. Puluhan saham lain menjauh dari level bawah. Kenaikannya pun fantastis.

Per akhir Januari 2016, jumlah saham gocap ada sekitar 40 saham. Saat ini jumlahnya turun drastis menjadi hanya sekitar 11 saham.

Contoh, saham PT Trada Maritime Tbk (TRAM) yang kembali volatil seiring dengan adanya sentimen restrukturisasi utang. Pada perdagangan akhir pekan, saham ini turun hampir 6% ke level Rp 238 per saham.

Lalu ada saham PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) yang menguat sekitar 9% ke level Rp 123 per saham. Saham PT Zebra Nusantara Tbk (ZBRA) yang tahun lalu masih Rp 60 justru melorot ke Rp 50 akhir pekan lalu.

David bilang, saham-saham gocap kembali ramai diperdagangkan karena pasar merespons wacana otoritas bursa menghapus batas harga Rp 50. Jadi, tidak ada pasar negosiasi di bawah level Rp 50, melainkan langsung menjadi pasar reguler.

Tapi ingat, sebagian saham tersebut memiliki catatan fundamental yang kurang kuat. Jika batas Rp 50 dibuka, tentu ada potensi harga saham tersebut langsung anjlok bahkan bisa ke Rp 0.

Untuk mengantisipasi saham yang tidak ada harganya, pasar menciptakan level harga baru atas saham yang bersangkutan. "Sehingga, jika batas itu benar dibuka, harga sahamnya tidak langsung jatuh," tambah David.

Ini mengapa jumlah volume transaksi sepanjang awal tahun ini jauh lebih tinggi ketimbang periode yang sama tahun lalu. Sejak awal 2017, volume transaksi harian rata-rata BEI mencapai 15,58 miliar saham. Angka ini melonjak 254% ketimbang volume transaki Januari tahun lalu yang hanya 3,96 miliar saham per hari.

Sejauh ini belum ada literatur yang menyatakan kondisi ini sehat atau tidak. Setidaknya, situasi ini disukai trader, terutama yang aktif transaksi harian. "Ini mencerminkan adanya trader yang semakin aktif," kata David.

Reza Priyambada, Analis Binaartha Parama Sekuritas, menambahkan, tren ramainya saham yang keluar dari zona saham gocap juga tercipta lantaran kondisi pasar yang sudah naik kencang sepanjang tahun lalu. Akibatnya, sejumlah saham dengan kapitalisasi yang lebih besar alias big caps kenaikannya sudah terbatas. "Kesempatan memperoleh gain pada saham itu mengecil, jadi alternatifnya saham dengan kapitalisasi yang lebih kecil," pungkas Reza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×