Reporter: Emir Yanwardhana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bisnis start-up digadang-gadang sebagai bisnis masa depan. Tak heran jika banyak perusahaan berbasis teknologi ini yang ingin melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Tapi langkah itu tak mudah.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio menjelaskan, ada beberapa pengganjal perusahaan start-up melakukan penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO).
"Syarat go public hanya dua yaitu legal administration harus clean dan memiliki mimpi ke depan," jelasnya, Minggu (28/8).
Nah kedua syarat ini sulit direalisasikan perusahaan start-up. Oleh karena itu, BEI menggandeng Bank Mandiri untuk program inkubator guna menampung perusahaan start-up agar dapat mempelajari dasar dan aturan melantai di bursa.
"Targetnya kami akan memfasilitasi 30 perusahaan start-up untuk merapikan perusahaan serta mengajarkan membuat proyeksi," jelas Tito.
Sayang, ia masih tutup mulut mengenai perusahaan mana saja yang sudah tertarik mengikuti program tersebut.
Terpisah, Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Barekraf) Fadjar Hutomo menyebutkan, permasalah mendasar lain adalah kesiapan masing-masing perusahaan memenuhi standar IPO.
Padahal sudah ada beberapa perusahaan start-up yang dinilai layak. Mayoritas berada di sektor transportasi dan ritel e-commerce, seperti Gojek, Bhinneka, Tokopedia dan Kaskus.
Sementara itu, Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengimbau, investor yang tertarik pada perusahaan start-up berhati-hati. Belum ada gambaran jelas terkait prospek bisnis start up pada masing-masing sektor. Karena itu, otoritas bursa harus lebih selektif.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menambahkan, selama ini bisnis start-up identik dengan potensi kerugian. Namun perlu diingat bahwa bisnis juga bisa memberikan hitungan yang manis bagi investor. Maka perlu ada standar khusus untuk perusahaan start-up yang ingin melantai di bursa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News