Reporter: Dina Farisah | Editor: Sofyan Hidayat
JAKARTA. Berkecimpung 15 tahun sebagai analis pasar modal, mengasah kejelian Arief Wana dalam mengukur risiko. Bekal itu bukan hanya membantu Direktur PT Ashmore Asset Management ini dalam mengelola perusahaan, tapi juga investasi personal.
Pemahamannya mengukur risiko banyak berasal dari pengalamannya bekerja di JP Morgan dan Credit Suisse. Sebagai analis, ia terbiasa menganalisa fundamental perusahaan. Jadi dia piawai membaca saham-saham perusahaan yang potensial.
Arief tidak memanfaatkan keahliannya untuk berinvestasi di pasar modal. Dengan tidak terjun langsung di pasar modal menjadikan analisisnya lebih objektif karena bebas kepentingan. Maklum, ia bekerja di perusahaan investasi yang mengelola dana publik.
Perjalanan investasi Arief bermula tahun 2000 dengan mencicil sebuah rumah. Usai melepaskan profesi sebagai analis dan resmi bergabung ke Ashmore, bapak tiga anak ini mulai diversifikasi ke reksadana. "Saya memiliki empat reksadana Ashmore. Dua reksadana saham dan dua reksadana pendapatan tetap," jelas Arief.
Bekerja di Ashmore kembali mempertajam analisisnya. Bersama tim investasi, Arief kerap berdiskusi untuk menata ulang portofolio. Ashmore lebih banyak memilih saham-saham small and medium cap. Strategi itu berisiko tinggi. Namun, terbuka peluang mencetak imbal hasil di atas rata-rata. Strategi itu dinilai ampuh karena bisa memberi return optimal pada investor reksadana Ashmore.
Banyak mengecap asam garam di bidang investasi telah membentuk karakter Arief sebagai investor agresif. Pengalaman juga memberikan pembelajaran pentingnya menjaga integritas saat berinvestasi. Investor juga harus bisa mengontrol emosinya saat berinvestasi dan mengedepankan analisa yang terukur. Itulah yang membedakan investasi dengan berjudi. "Investor mempertimbangkan prinsip pemahaman risiko, strategi dan analisa valuasi. Sementara spekulan hanya berorientasi pada keuntungan," ujarnya.
Wajar jika Arief berpesan kepada calon investor agar memahami betul risiko, menyusun strategi dan menimbang valuasi. Investor juga harus meluangkan waktu mempelajari analisa fundamental, bisa dengan meminta bantuan dari sang ahli.
Arief belum banyak menularkan keahlian berinvestasi ke keluarga. Ia hanya membekali anak isterinya asuransi jiwa dan tabungan. Arief selalu mengingatkan agar anak-anaknya menyisihkan uang jajan untuk keperluan pribadi dan sosial. Baginya, uang dapat menjadi berkat dan budak.
Ia memilih uang sebagai berkat dengan menggeluti kegiatan sosial. Ia menganggap investasi terpenting adalah akhlak dan moral. "Orang pintar belum tentu sukses, namun orang baik jarang susah," katanya. Nilai-nilai itulah yang ia tanamkan ke anak-anaknya sejak kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News