Reporter: Widiyanto Purnomo | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Musim Lebaran tampaknya bukan lagi momentum yang menguntungkan bagi emiten operator jalan tol. Setidaknya bagi pengelola jalan tol pelat merah, PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
Pasalnya, berdasarkan instruksi Presiden Joko Widodo, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berencana menetapkan pemotongan atau diskon atas tarif jalan tol sebesar 10% hingga 25%. Ketentuan yang berlaku bagi ruas tol milik JSMR ini akan direalisasikan mulai 10 hari sebelum (H-10) hingga tiga hari sesudah (H+3) Idul Fitri tahun ini.
Saat ini Jasa Marga, melalui sembilan kantor cabang dan satu anak perusahaan, mengelola dan mengoperasikan 13 konsesi jalan tol. Di ke-13 ruas tol itu, JSMR mengelola dan mengoperasikan sendiri. JSMR juga menggandeng mitra dan mendirikan setidaknya sembilan anak usaha yang memegang konsesi jalan tol di berbagai daerah di Indonesia.
Analis BNI Securities Thendra Chrisnanda, mengemukakan, pemberlakuan diskon tarif jalan tol tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan emiten operator jalan bebas hambatan. Sebab, potensi berkurangnya pendapatan akan dikompensasikan oleh kenaikan tarif, sedikitnya 12 ruas jalan tol pada Oktober tahun ini.
Faktor lainpun dapat mengkompensasi dampak diskon tarif tol. Reza Priyambada, analis NH Korindo Securities, mengatakan potensi berkurangnya pendapatan akan tertutup oleh lonjakan trafik tol yang biasanya terjadi selama musim Lebaran.
Laba tergerus
Kebijakan pemangkasan tarif tol memang ditujukan kepada JSMR selaku perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Alhasil, efeknya pun dirasakan oleh penguasa bisnis jalan tol ini. Adrianus Bias Prasuryo, analis Ciptadana Securities, memperkirakan, efek diskon jalan tol akan menggerus 1,4% hingga 1,6% pendapatan JSMR.
Di sisi lain, JSMR tidak bisa menurunkan fixed cost alias biaya tetap. Alhasil, efek diskon tol lebih terasa pada sisi laba sebelum bunga, pajak dan penyusutan (EBITDA) yang diperkirakan menurun 3%-4%, sementara laba bersih JSMR berpotensi tergerus sekitar 6%.
Tidak sampai di situ Adrianus memperkirakan, ada sentimen negatif yaitu timbulnya persepsi pasar bahwa pemberlakuan diskon tol akan berlaku rutin saban tahun. Dengan asumsi tersebut, dia memangkas target harga saham JSMR menjadi Rp 6.800 per saham, dari sebelumnya yaitu Rp 7.450 per saham. "Jika ada intervensi serupa setiap tahun, maka dampaknya akan negatif terhadap emiten pengelola jalan tol secara keseluruhan," ungkap Adrianus.
Selain diskon tarif, menurut Thendra, sebetulnya ada tantangan yang cukup serius bagi kinerja emiten jalan tol. Tantangan itu berupa terhambatnya pembangunan ruas jalan tol baru akibat kendala pembebasan lahan. Hal ini terutama dirasakan oleh JSMR sebagai pemain utama yang cukup gencar menambah ruas jalan tol.
Berbeda dengan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP). Emiten ini tidak terlalu agresif menambah ruas jalan tol, sehingga tidak banyak menemui masalah pembebasan lahan seperti JSMR.
Reza menilai, CMNP yang mayoritas ruas tolnya berada di dalam kota justru kembali berhadapan dengan masalah rutin, yaitu pemeliharaan jalan tol. "Seiring meningkatnya trafik dalam kota, biaya pemeliharaan juga akan meningkat," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News