Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga batubara berhasil rebound akhir pekan lalu. Dalam jangka pendek, kans penguatan harga batubara masih terbuka, tapi pergerakan harganya terbatas.
Mengutip Bloomberg pada Jumat (8/4), harga batubara kontrak pengiriman Mei 2016 di ICE Futures Europe naik 0,30% menjadi US$ 48,65 per metrik ton dibandingkan hari sebelumnya. Meski demikian, dalam sepekan terakhir harga masih tergerus 2,40%.
Wahyu Tri Wibowo, Analis Central Capital Futures, mengatakan, kenaikan harga batubara tersokong rebound harga komoditas energi termasuk minyak WTI, yang kembali menyentuh US$ 39 per barel. “Ada juga rebound teknikal pasca koreksi tiga hari beruntun,” kata Wahyu.
Meski demikian, ia menilai, pergerakan batubara ini masih cenderung stagnan dan belum mampu menyentuh US$ 50,00. Sehingga bisa dibilang harga hanya bergerak di dekat level bawahnya.
Harga batubara juga mendapatkan dukungan dari laporan Bloomberg Intelligence yang memprediksi pasokan batubara tahun 2016 akan turun 6% atau sekitar 50 juta ton dibanding tahun 2015. Meskipun permintaan juga diprediksi menurun 1,3%, atau sekitar 10 juta ton.
Andri Hardianto, Research and Analyst PT Asia Tradepoint Futures, menambahkan, produksi batubara Indonesia Februari 2016 sekitar 65 juta ton, menurun dibandingkan Februari 2015, yang mencapai 80 juta ton, turut menopang kenaikan harga.
Rencananya Pemerintah Indonesia akan mempertahankan produksi sebesar 425 juta ton tahun ini. Di sisi lain, permintaan batubara Indonesia meningkat. Salah satunya dari proyek listrik pemerintah sebesar 35.000 megawatt. “Ini menyerap produksi batubara yang ada,” tutur Andri.
Karena itu, diprediksi Senin (11/4) harga batubara masih berpeluang melanjutkan kenaikan. “Ada laporan dari IHS Energy, permintaan dari China dan India masih akan tinggi,” kata Andri.
Hingga tahun 2020, permintaan India diprediksi mencapai 50 juta ton dan China 1 miliar ton. Jangka panjang Namun katalis positif hanya cukup menopang kenaikan harga batubara dalam jangka pendek. Maklum, isu lingkungan menggerus daya tarik komoditas ini.
Salah satu contoh adalah penutupan tambang batubara terbesar di Belgia guna mengurangi penggunaan batubara sebagai sumber daya pembangkit listrik. “Efek isu lingkungan ini terasa pada keringnya permintaan batubara di pasar,” tambah Andri.
Lihat saja, ekspor batubara Australia turun 2% sepanjang Januari–Februari 2016. Dengan catatan penurunan permintaan terbesar datang dari China 38% dan Taiwan 3%. Impor batubara China Februari 2016 memang dilaporkan turun 20% menjadi 2,96 juta ton.
Bloomberg Intelligence memprediksi permintaan batubara China tahun 2016 turun 20% atau sekitar 9 juta ton dibandingkan tahun 2015. “Hal ini yang memicu pergerakan harga batubara sulit pulih,” ujar Wahyu.
Tren jangka panjang tetap bearish. Sebab pamor batubara sebagai sumber pembangkit listrik meredup di tengah rendahnya harga jual gas alam. Analisa Andri secara teknikal, harga bergerak di atas moving average (MA) 200 namun masih di bawah MA 50 dan 100 membuat pergerakan naik terbatas.
Garis moving average convergence divergence (MACD) di area negatif di bawah level 0 berpola downtrend. Begitu juga relative strength index (RSI) di bawah level 50 mengarah turun. Namun stochastic di atas level 50 masih mendukung kenaikan harga.
Andri memprediksi, harga batubara Senin (8/4) di rentang US$ 48,00–US$ 50,00 dan sepekan US$ 48,80–US$ 50,50 per metrik ton. Sedangkan Wahyu memperkirakan, hari ini harganya US$ 48,25–US$ 49,75 dan sepekan US$ 48,00–US$ 50,00 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News