Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pasar obligasi kembali bergairah, setelah sempat lesu bulan lalu. Salah satu indikatornya adalah lelang Surat utang Negara (SUN) yang berlangsung pada Selasa (11/9). Lelang itu mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) nyaris tiga kali lipat.
Dari target indikatif pemerintah sebesar Rp 5 triliun, total penawaran yang masuk mencapai Rp 14,12 triliun. Ini bisa menjadi angin segar bagi pemegang obligasi, karena perdagangan obligasi negara akan semakin aktif dan likuiditas bisa meningkat.
Pemerintah pada lelang kali ini menawarkan lima seri SUN. Periciannya, dua seri SPN dan tiga seri SUN dengan tingkat bunga tetap atau fix rate. Pemerintah menerima tawaran untuk semua seri dengan imbal hasil minimal. Alhasil, pemerintah mengantongi dana Rp 6,2 triliun dari hasil lelang SUN itu.
Seri SPN03121212 (new issuance) menjadi surat utang yang paling banyak diminati investor. Jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 4,487 triliun dengan yield tertinggi sebesar 4,375% dan yield terendah senilai 4,000%. Pemerintah memenangkan seri ini sebesar Rp 1 triliun dengan yield rata-rata tertimbang sebesar 4,018%.
Sementara seri lainnya yakni SPN 12130912 (new issuance), dimenangkan dengan yield rata-rata tertimbang 4,606%. Seri FRO063 juga dimenangkan dengan imbal hasil rendah, yaitu 6,96%, dengan hasil perolehan Rp 400 triliun. Seri FRO064 mendapatkan imbal hasil rata-rata sebesar 6,364% dan FRO065 dengan yield 6,68%.
Herdi Ranu Wibowo, Head of Debt Capital Market Trimegah Securities, mengatakan, kepercayaan investor sudah mulai membaik. Penyebabnya, sentimen positif seperti ekspektasi penyaluran quantitative easing tahap ketiga di Amerika Serikat serta rencana pembelian obligasi oleh otoritas moneter di zona euro.
Sinyal stimulus
Peserta lelang SUN kemarin, juga mulai berani menempatkan dananya di obligasi bertenor panjang, seperti FR0065 yang akan jatuh tempo pada 2033, dan FR0064 yang jatuh tempo di tahun 2023. "Seri tersebut memang akan menjadi benchmark, tahun depan," ujar Herdi.
Sentimen positif dari dalam negeri datang dari tingkat inflasi yang masih terjaga serta sesuai dengan target pemerintah. Defisit neraca perdagangan Indonesia pun mulai menyempit. "Kondisi pasar cukup stabil dan positif. Situasi itu memupus keraguan investor asing untuk masuk ke pasar obligasi," ujar dia.
Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, menambahkan, saat ini keyakinan investor sudah mulai pulih. Risiko berinvestasi di Indonesia pun mulai menurun. Itu terlihat dari indikator Credit Default Swap (CDS) bertenor lima tahun yang melandai. Senin (10/9), CDS bertenor 5 tahun berada di level 150,495, turun dari posisi di hari sebelumnya, yaitu 152,195.
Per akhir Agustus lalu, CDS 5 tahun sempat menyentuh level 181,670. Begitu pula CDS bertenor 10 tahun, saat ini berada di level 210,135, turun dari posisi di hari sebelumnya, yakni 212,58.
Seiring dengan penurunan CDS, imbal hasil obligasi negara pun menurun sedang harga menanjak. Data Himpunan Pedagang Surat Utang Indonesia (Himdasun), memperlihatkan, harga SUN kini berada di level 108,44, atau naik dari posisi di hari sebelumnya di level 108,38.
Lana memprediksi, pasar obligasi, di waktu mendatang, akan semakin. Investor asing akan kembali memainkan perannya sebagai motor penggerak pasar sekunder. Apalagi, cadangan devisa dari dalam negeri yang meningkat, turut meredam volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. "Itu membuat rupiah memiliki amunisi untuk dipertahankan," ujar Lana.
Menurut dia, jika sinyal pengucuran quantitative easing ketiga muncul dalam rapat The Fed, Kamis (13/9) esok, dollar AS akan tertekan. Investor makin percaya diri memegang obligasi emerging market seperti SUN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News