kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Investasi Mebel Antik yang Menarik


Jumat, 15 Agustus 2008 / 20:06 WIB
Investasi Mebel Antik yang Menarik


Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Mebel atau furnitur antik peninggalan orangtua seperti lemari, meja rias, atau gebyok bisa menjadi sumber penghasilan yang cukup menjanjikan. Caranya, dengan menawarkannya ke kolektor barang antik. Makanya, jangan terburu-buru menilai peninggalan tersebut sebagai rongsokan karena usianya yang sudah tua. Justru, semakin tua mebel tersebut, kemungkinan penawaran harganya juga semakin tinggi.  

Simak saja kisah Tine Ramawidjaja, pemilik meja tulis dan lemari antik. Menurutnya, kualitas mebel yang dimiliki, sangat mempengaruhi harga jual. Selain itu, kata Tine, harga mebel antik tersebut juga dipengaruhi oleh model dari mebel itu sendiri. "Biasanya peminat mebel antik sangat memperhatikan modelnya juga," katanya.

Saat ini, perempuan berusia 43 tahun memiliki meja tulis dan lemari antik dengan ukuran 190 x110 x 75 lengkap dengan kursi putar dan kursi biasa. "Semuanya asli dari Belanda," ujarnya. Dia memang berminat menjual mebel antiknya itu. Untuk itu, Tine mematok harga jual sebesar Rp 125 juta.

Cukup mahal memang. Tine beralasan, "Lemari empat pintu saya sangat antik dengan motif ukiran pilar," katanya. Ia bercerita, lemari dan meja itu adalah peninggalan orang tuanya yang didapat dengan menukar mobil mercy tahun 1950. "Dulunya, sempat ada yang menawar seharga Rp 75 juta," ceritanya. Namun, ia merasa sayang dan tidak mau melepasnya. Waktu itu, dia baru akan menjual jika ada peminat yang mau membeli dengan harga Rp 100 juta. Sejak ayahnya meninggal, lanjut Tine, lemari itu dibiarkan saja teronggok di rumahnya di Bandung. "Bingung mau diapakan. Sekarang, kami coba tawarkan ke kolektor benda antik," ujarnya.

Pengalaman serupa juga dialami Edgar Sarwo Wicaksono. Pria asal Semarang Jawa Tengah ini punya lemari antik warisan leluhur buatan tahun 1900. Lemari tersebut terbuat dari kayu jati dan dilengkapi marmer asli Italia dengan ukuran 120x60x190 cm. Edgar berencana menjual lemari itu jika ada yang menawar Rp 100 juta. “Sejauh ini, baru ada yang menawar hingga Rp 50 juta. Tapi saya belum mau lepas," ungkapnya. Edgar bercerita, kebanyakan yang menawar lemari itu adalah pedangang. "Saya mau jual ke kolektor, karena lemari ini antik sekali," katanya.

Margin Keuntungannya Bisa Mencapai 100%

Saeful, seorang penjual barang antik dari Kotagede Jogjakarta, memiliki kisah lain. Pria ini sering kali berburu mebel antik ke sejumlah daerah pedesaaan di Jawa Tengah dan daerah daerah pelosok lain. "Kalau di desa, saya bisa dapat mebel antik dengan harga lebih murah," katanya.

Ia lantas menceritakan, banyak penduduk desa yang terkadang masih menyimpan peninggalan orang tua mereka. Saeful pernah membeli sebuah meja marmer di Jawa Tengah dengan harga Rp 1 juta. Kemudian, dia berhasil menjualnya lagi dengan harga Rp 15 juta. "Tapi tidak selamanya begitu," jelasnya. Terkadang, selera dari si peminat membuat harga mebel antik itu semakin melonjak harganya. "Jadi mahal tidaknya mebel tergantung dengan selera si kolektor itu," katanya.

Yang jelas, semakin antik barangnya, maka harganya pun semakin mahal. Apalagi jika didukung dengan kualitas barangnya. Misalnya saja, mebel tersebut terbuat dari bahan baku kayu jati terbaik. Maklum, mebel dari kayu jati dipastikan memiliki daya tahan hingga ratusan tahun karena tahan rayap dan air.

Sementara itu, Gana Arditya, yang mengelola "Galeri Antik" di Jogjakarta mengatakan, keuntungan bersih dari penjualan mebel antik bisa mencapai 100%. “Marginnya bisa mencapai 100% kalau tahu pasarnya,” jelasnya. Sama seperti Saeful, Gana juga kerap berburu mebel antik hingga ke desa-desa. "Selalu saya jual kembali dengan harga dua kali lipat lebih mahal," pungkasnya.

Menurut Gana, potensi pasar barang antik ke depannya cukup baik. Apalagi jika sudah memiliki pasar sendiri. “Secara otomatis, pasti barang kita mudah lakunya," jelasnya. Kebanyakan, cerita Gana, pihak yang menyukai mebel-mebel antik adalah para kolektor benda kuno peninggalan zaman Belanda atau Jepang. Mebel antik yang paling laku di galerinya adalah lemari-lemari peninggalan jaman Belanda. Meksi harganya mahal, namun gana menagku tidak sulit memasarkannya.

Di Galeri Antik, ada beberapa produk unggulan yang ditawarkan. Salah satunya lemari CIHO China kayu trembalo robyong sliwer yang dipatok dengan harga Rp 25 juta. Ada juga Lemari Kompeni peninggalan jaman Belanda dari Solo. "Bahannya terbuat dari kayu jati kelir warna prada kombinari merah dan kami jual dengan harga Rp 75 juta,” ungkapnya.

Seorang penjual mebel antik lain Adhi Endraprasetyo mengatakan, saat ini pasar mebel antik mulai lesu. "Dulu sempat ramai  sebelum krismon," ujarnya. Oleh karenanya, Adhi berupaya memutar otak dengan menjalankan strategi baru. Yakni dengan memasarkan mebel antik melalui situs internet. "Harapannya sih biar lebih mudah pemasarannya," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×