Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia resmi menerima perpanjangan fasilitas generalized system of preferences (GSP) dari Amerika Serikat (AS). Keputusan ini diambil negeri Paman Sam tersebut melalui United States Trade Representative (USTR) pada hari Sabtu (30/10).
Keputusan ini diambil setelah USTR meninjau fasilitas GSP untuk Indonesia selama kurang lebih 2,5 tahun sejak Maret 2018. GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974.
Hal ini pun menjadi angin segar bagi emiten yang memiliki porsi penjualan ke AS cukup tinggi. Corporate Secretary & Head of Investor Relations Integra Indocabinet (WOOD) Wendy Chandra mengungkapkan perpanjangan fasilitas GSP ini akan mendorong ekspor Indonesia ke AS.
Wendy menambahkan, perpanjangan GSP ini bukan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk semata. Lebih lanjut, ini menjadi indikator bahwa Indonesia dan AS memiliki hubungan dagang bilateral yang baik. “Tentu ini ke depannya akan menjadi katalis yang sangat positif dalam mendorong ekspor kami ke pasar AS,” ujar Wendy kepada Kontan.co.id, Selasa (3/11).
Baca Juga: Fasilitas GSP dari Amerika Serikat jadi angin segar bagi ekspor produk tekstil
WOOD memang belum melaporkan kinerja keuangan untuk periode kuartal ketiga. Tetapi jika melongok ke paparan kinerja di semester pertama, penjualan ekspor WOOD ke pasar AS mencapai Rp 861,79 miliar, tumbuh 67,8% dari realisasi ekspor ke AS pada periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 513,64 miliar. Sementara penjualan ke pasar domestik sebesar Rp 164 miliar atau turun 42,5% secara tahunan, dari sebelumnya Rp 286,82 miliar. Secara keseluruhan, ekspor ke AS mencapai 76% dari total pendapatan yang dikempit WOOD yakni mencapai Rp 1,13 triliun.
Selain itu, pada awal Oktober kemarin, Vietnam, sebagai salah satu negara eksportir furnitur terbesar ke pasar AS sedang diinvestigasi oleh USTR, terkait permasalahan impor, perdagangan, dan penggunaan kayu ilegal, serta penyelidikan atas tindakan, kebijakan, dan praktik Vietnam yang menyebabkan rendahnya nilai mata uang negara itu.
Wendy berujar, apabila hal ini terbukti, maka akan menyebabkan ekspor Vietnam ke AS akan dikenakan tarif. Hal ini tentu memberi peluang kepada Indonesia, terutama Integra Indocabinet sebagai salah satu perusahaan eksportir furnitur terbesar ke pasar AS untuk meningkatkan kuantitas ekspornya.
Baca Juga: Kadin: Pertumbuhan ekonomi 2021 tetap perlu penguatan sisi konsumsi
Tidak hanya kuantitas, perpanjangan fasilitas GSP ini juga menjadi momentum WOOD untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produknya. Sebab, Indonesia bukanlah satu-satunya negara berkembang yang mendapatkan fasilitas GSP ini.
Terakhir, Wendy mengatakan ekspor furnitur kayu dari Indonesia ke AS masih berpotensi untuk tumbuh. Adapun nilai impor AS untuk furnitur kayu per tahunnya mencapai US$ 13 miliar–US$ 14miliar per tahun. Sedangkan, pangsa pasar ekspor Indonesia ke Negara Adi Daya tersebut masih tergolong kecil. “Sehingga, peluang untuk memperluas ekspor ke pasar AS sangat terbuka lebar,” tutup Wendy.
Baca Juga: Industri manufaktur melirik peluang dari fasilitas GSP Amerika Serikat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News