Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah dana asing yang keluar dari Tanah Air diprediksi masih berpeluang naik hingga akhir 2018. Namun, kondisi tersebut diyakini tidak akan menahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk melaju di atas 6.000.
Kemarin, IHSG ditutup dengan kenaikan 0,41% ke level 5.820. Posisi price to earning ratio (PER) IHSG Tanah Air saat ini 14,83 kali, diikuti aksi net sell dari investor asing per Selasa (9/10) yang mencapai Rp 54,91 triliun, year to date (ytd).
Sementara, dalam pertemuan IMF di Bali disampaikan potensi dana asing yang bakal keluar dari Tanah Air mencapai US$ 5 miliar (atau sekitar Rp 76 triliun), yaitu 5% dari total potensi dana asing yang keluar dari negara berkembang, yakni US$ 100 miliar.
Head of Research BNI Sekuritas Norico Gaman menilai, investor asing masih akan melihat prospek ekonomi Indonesia dan risiko investasi yang rendah. Dengan begitu, Tanah Air masih menarik untuk investasi jangka panjang, karena prospek ekonomi masih bisa tumbuh positif.
"Namun dalam jangka pendek risiko investasi masih cukup besar sebagai dampak dari defisit transaksi berjalan (CAD) yang masih tinggi sekitar minus 3% terhadap PDB, serta berlanjutnya pelemahan rupiah terhadap dolar AS," kata Norico kepada Kontan, Rabu (10/10).
Selain itu, IHSG masih akan bergerak fluktuatif hingga akhir tahun akibat sentimen negatif dari faktor global.
Investor asing juga berpeluang untuk mencari destinasi investasi di negara yang memiliki risiko rendah.
"Juga masih memiliki imbal hasil (return) yang menarik di antara negara negara maju seperti Amerika Serikat (AS) atau negara emerging market yang memiliki CAD relatif rendah. Ditambah lagi, memiliki kurs relatif stabil seperti Thailand, Singapura dan Malaysia," jelasnya.
Untuk itu, CAD Tanah Air perlu ditekan agar mampu menjaga stabilitas rupiah. Jika terealisasi, maka risiko investasi di Tanah Air diharapkan menurun dan mampu meningkatkan kepercayaan investor asing untuk kembali ke Indonesia.
Bagi para investor, dalam kondisi seperti sekarang ini disarankan untuk berperan aktif untuk mendominasi investasi di pasar modal, terutama pasar saham. Tujuannya agar IHSG tidak mengalami tekanan lebih lanjut hingga akhir tahun ini.
Selain itu pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu terus mengambil langkah antisipatif dalam merespons dinamika global melalui bauran kebijakan ekonomi moneter dan fiskal, sehingga bisa menciptakan iklim investasi yang kondusif di tengah tantangan ekonomi global saat ini.
"Kami juga melihat bahwa peluang penguatan IHSG akhir tahun bakal menyentuh level 6.500, terutama ditopang oleh peran aktif investor domestik yang berinvestasi di pasar saham," ungkapnya.
Sementara itu, sektor yang masih cukup prospektif pada kondisi saat ini, adalah sektor yang tidak sensitif atau mudah terpengaruh tren kenaikan suku bunga dan pelemahan nilai tukar rupiah. Sektor prospektif menurut BNI Sekuritas itu di antaranya konsumsi, pertambangan, telekomunikasi, dan industri dasar.
"Rekomendasinya ada TLKM, EXCL, UNVR, INDF, ICBP, PTBA, ADRO,ANTM dan TINS," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News