Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Andri Indradie
TANGERANG. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) baru saja mengganti susunan direksi. Para direktur GIAA dipersempit, dari delapan orang jadi enam orang. Mantan Direktur Utama Citilink, M. Arif Wibowo, terpilih menduduki kursi nomor satu GIAA. Dengan pergantian ini, Garuda Indonesia berharap terbang tinggi.
Pasalnya, kinerja GIAA tampak berdarah-darah dalam beberapa tahun terakhir. Kuartal ketiga 2014, GIAA rugi US$ 219,54 juta. Nilai ini membengkak 1.362,62% dari US$ 15,01 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Optimisme datang dari mantan Direktur Utama GIAA Emirsyah Satar. Dia bilang, kinerja GIAA akan bisa membaik tahun depan dan sudah bisa meraup untung. "Tahun ini turbulensi cukup besar bagi industri maskapai," kata Arif, hari ini (12/12).
Untuk menguatkan otot GIAA, Arif punya tiga strategi prioritas. Pertama, ia akan membuat GIAA jadi penghasil uang semaksimal mungkin. Menurutnya, ini bisa digenjot melalui berbagai hal, mulai dari Sumber Daya Manusia (SDM), peralatan, dan lain-lain.
Kedua, ia akan merestrukturisasi biaya perseroan. Arif menyadari, stagnansi ekonomi akan berpengaruh pada bisnis angkutan udara. Maka, ia akan berusaha menstabilkan kondisi keuangan GIAA dengan memangkas biaya.
Ketiga, GIAA akan mengamankan pendanaan jangka pendek. Menurutnya, ia membutuhkan pendanaan eksternal untuk jangka waktu 6 bulan sampai setahun ke depan. Namun, Arif masih enggan menjelaskan skema apa yang akan pihaknya jajaki. "Metode banyak. Bisa refinancing dan sebagainya," ucapnya.
GIAA pun akan terus bermain di pasar domestik, regional, internasional. Arif memprediksi, traffic penerbangan akan tumbuh 9%-10% di 2015. Ini didasari pada perekonomian Indonesia yang diperkirakan tumbuh 5% sampai 5,5% tahun depan.
Penurunan harga minyak dunia belakangan ini bisa menjadi keuntungan bagi GIAA. Setiap penurunan 1 sen harga minyak, GIAA bisa untung US$ 17 juta. Jika melihat penurunan harga minyak yang sudah melorot 15 sen, maka GIAA bisa diuntungkan US$ 255 juta.
Meski begitu, GIAA masih menghadapi depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar. Jika nilai tukar Rupiah terhadap Dollar terus melemah, ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi perseroan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News