Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun 2021, aset kripto ternyata menjadi kelas aset yang paling dominan. Kendati begitu, instrumen investasi konvensional lainnya juga mencatatkan kinerja yang cukup solid di tahun lalu.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, kenaikan inflasi pada kuartal ketiga dan keempat telah mendorong risk-off pada pasar mata uang, sehingga likuiditas kebanyakan mengalir ke aset saham dan aset kripto.
Selain itu, perkembangan teknologi masing-masing aset kripto sepanjang tahun ini juga menjadi pendorong penguatan harganya.
“Kinerja aset kripto ke depan masih akan terus membaik seiring dengan outlook ekonomi global yang juga semakin membaik. Persaingan aset kripto semakin kompetitif dan perkembangan teknologi dan nilai use and case akan membuat industri ini semakin berkembang,” ujar Sutopo.
Baca Juga: Simak Prospek Pergerakan Harga Logam Mulia pada Tahun Depan
Dia meyakini, ketiga aset kripto dengan kapitalisasi pasar atau market cap terbesar, yakni Bitcoin, Ethereum, dan Binance Coin masih akan menjadi yang teratas untuk tahun depan. Bitcoin sebagai induk aset kripto masih akan menjadi incaran karena punya fundamental yang lebih solid.
Namun, tidak menutup kemungkinan, ketika nilai sudah terlalu mahal akan menjadikan aset berkurang daya tariknya, sehingga spekulan lebih cenderung mencari harga aset yang lebih murah dalam tujuan investasi jangka pendek. Tapi untuk jangka panjang, Bitcoin masih jadi aset terbaik
Sementara Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi menyebut bahwa berbagai kinerja instrumen investasi konvensional tersebut sudah cukup ideal karena setidaknya mendekat dengan target awal tahun. Ia mencontohkan kinerja IHSG yang bisa mencapai level dua digit padahal sempat anjlok akibat ledakan kasus Covid-19.
“Pada pertengahan tahun, IHSG sempat drop akibat Covid-19, tapi untungnya kinerjanya bisa membaik dan ditutup mencapai 10% pada akhir tahun ini, inline dengan target di awak tahun,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Kamis (30/12).
Baca Juga: Tahun 2021 Paling Liar Bagi Cryptocurrency, Rekor Bitcoin Hingga Tindakan Keras China
Senada, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana juga meyakini hal yang serupa. Dia menambahkan, tahun ini juga menjadi fenomena baru karena kinerja IHSG justru didorong oleh saham-saham yang dari kapitalisasi sebenarnya kecil, tapi karena pertumbuhan kinerjanya sangat tinggi, pada akhirnya bisa menopang IHSG.
Fenomena lainnnya adalah tahun ini juga masih jadi periode yang sulit bagi beberapa sektor karena kinerjanya yang masih tertekan oleh pandemi Covid-19. Sementara untuk pasar obligasi, solidnya kinerja obligasi korporasi tidak terlepas dari minimnya volatilitas yang menimpa instrumen ini.
Hal yang berbeda justru terjadi pada obligasi negara yang relatif lebih volatile sehingga kinerjanya hanya berada di kisaran 5%. Namun, Wawan menyebut kinerja tersebut juga sudah cukup ideal mengingat pasar SBN diterpa sentimen tapering dan wacana kenaikan suku bunga acuan sepanjang tahun ini.
Baca Juga: Dekati Ujung Tahun, Harga Bitcoin, Dogecoin, Shiba Inu Terus Melorot