Reporter: Aloysius Brama | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masa kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden sudah berada di ujung waktu. Bila ditilik kembali, selama empat setengah tahun kepemimpinannya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pertumbuhan yang bisa dibilang tak terlalu besar yakni sebesar 18%.
Angka pertumbuhan tersebut diraih indeks dengan tidak mudah mengingat banyak kondisi yang tak dimungkiri membuat ekonomi tertekan. Dari segi pertumbuhan ekonomi misalnya, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2014-2018 sebesar 5,014%.
Realisasi pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 juga diproyeksikan berat. Sepanjang kuartal I-2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia tertahan di level 5,07%. Angka itu disebut jauh dari konsensus pasar. Angan pemerintah untuk bisa meraih pertumbuhan ekonomi di angka 5,3% disebut sulit terealisasi.
Meski begitu, tak sedikit emiten di bursa saham yang mencetak kinerja positif sepanjang empat setengah tahun kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Termasuk dari indeks Kompas100.
Berdasarkan data Bloomberg, beberapa emiten mengalami pertumbuhan harga saham yang bisa dibilang tak kecil, terhitung sejak Joko Widodo-Jusuf Kalla menjabat pada 21 Oktober 2014 hingga 21 Mei 2019 lalu.
Harga saham PT Chandra Asri Petrochemical (TPIA) mencatatkan pertumbuhan harga paling tinggi sebesar 699,83% selama periode tersebut. Diikuti oleh PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia (TKIM) dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (INKP) dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 637,83% dan 497,15%.
Setelahnya ada pula saham PT Fajar Surya Wisesa (FASW) yang mengalami pertumbuhan harga sebesar 420,44%. Sedangkan PT Astra Agro Lestari Tbk (AGRO) dan PT Sri Rejeki Isman (SRIL) mencatatkan pertumbuhan harga sebesar 244, 15% dan 160,15%. Selanjutnya ada emiten PT Delta Dunia Makmur (DOID) dan PT Ramayana Lestari Sentosa (RALS) dengan pertumbuhan harga saham mencapai 132, 87% dan 122,22%.
Head of Institution Research MNC Sekuritas Thendra Crisnanda mengatakan, secara garis besar peningkatan harga saham emiten-emiten tersebut tak dapat dilepaskan dari beberapa hal.
Pertama, Thendra menyebut, kinerja keuangan emiten itu selama kurang lebih empat setengah tahun terakhir turut menunjang minat investor. “Wajar bila akhirnya harganya meroket,” sebut Thendra ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (22/5).
Kedua, Thendra mengatakan adanya aksi korporasi yang positif juga mengerek harga saham-saham tersebut. “Beberapa emiten tersebut melakukan aksi merger dan akuisisi sehingga membuat fundamentalnya semakin kuat dan prospektif,” jelas Thendra.
Thendra bilang, bukan tidak mungkin emiten-emiten tersebut masih mencatatkan pertumbuhan yang lebih baik. Meskipun begitu, investor juga masih harus mencermati realisasi aksi korporasi masing-masing.
“Tak terkecuali untuk emiten yang peningkatannya ditopang isu merger dan akuisisi,” kata Thendra.
Hal itu juga mengingat beberapa emiten yang valuasinya masih lebih rendah dibandingkan beberapa kompetitor pada sektor yang sama.
Peningkatan-peningkatan harga tersebut juga terimbas dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Hal itu, semakin membuat solid posisi fundamental perusahaan. “Plus kalau dilihat, sebelum peningkatan terjadi, saham-saham itu memang mayoritas termasuk undervalued,” tukasnya.
Lantas bagaimana proyeksi Thendra terhadap kondisi pasar yang sepanjang hari ini ditengarai tertekan akibat kerusuhan di Jakarta?
Thendra menyebut hal tersebut sebaiknya tidak dijadikan alasan berlebihan bagi para investor untuk keluar dari pasar saham. “Saya malah melihat ini kesempatan baik untuk kembali mengakumulasi saham yang memang memiliki fundamental baik tapi harganya sedang turun. Tak terkecuali dari indeks Kompas 100,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News