Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Indika Energy Tbk (INDY) membidik pendapatan lebih dari US$ 1 miliar pada tahun ini. Jumlah pendapatan itu meroket dibandingkan pendapatan tahun 2016 yang diperkirakan hanya sebesar US$ 800 juta.
Direktur Keuangan INDY, Azis Armand mengatakan, kenaikan harga batubara sepanjang pertengahan hingga akhir tahun 2016 berdampak positif terhadap kinerja anak-anak perusahaan, sehingga INDY berharap bisa menorehkan laba bersih pada tahun ini.
"Pada tahun 2016, pendapatan masih turun dibandingkan 2015, dan bottom line masih negatif. Namun tahun ini akan berbalik arah," ujarnya di Jakarta, Senin (30/1).
Ia mengatakan, gross margin perseroan mulai turun drastis pada tahun 2014. Gross margin INDY pada tahun 2013 mencapai 22% lalu anjlok menjadi 8% di tahun 2015 dan sudah mulai meningkat di tahun 2016 lalu menjadi 11%.
Direktur Utama INDY Arsjad Rasjid menambahkan, harga batubara diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun lalu. Ia memprediksi permintaan batubara memang masih stabil, namun suplai batubara akan lebih terbatas sehingga harga batubara berpotensi naik. Perkiraannya, harga batubara bisa berada di level US$ 80 per ton, lebih baik dibandingkan rata-rata tahun lalu yang sekitar US$ 50 per ton.
Naiknya pendapatan INDY akan lebih banyak ditopang dari bisnis jasa pertambangan batubara dan minyak dan gas, dari anak usaha PT Petrosea Tbk (PTRO) dan PT Triparta. "Kontrak Petrosea yang didapat di akhir tahun lalu cukup besar," imbuhnya.
Utilisasi aset pertambangan batubara pun akan meningkat tajam pada tahun 2017 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Anak perusahaan INDY di bidang rekayasa teknik dan EPC untuk industri minyak dan gas juga akan menangani proyek strategis nasional yaitu Tangguh LNG Train 3 yang berlokasi di Papua Barat.
Selain itu, proyek ekspansi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon dengan kapasitas 1x1000 MW, juga diharapkan segera mencapai financial close.
INDY telah membagi hak partisipasinya kepada co-investor, PT Imeco Multi Prasarana (IMP). Ini untuk membagi beban risiko dari proyek US$ 2 miliar tersebut. Arsjad menargetkan financial closing proyek PLTU itu bakal rampung pada kuartal I tahun ini.
Rencananya, sebanyak 80% dari investasi proyek atau sekitar US$ 1,6 miliar akan berasal dari project financing, salah satunya adalah Japan Bank for International Cooperation (JBIC).
Selain meningkatkan kinerja seluruh anak perusahaan, INDY juga memangkas biaya, memperketat belanja modal, dan menjaga cadangan kas perseroan.
Saham INDY melesat 11,51% ke level Rp 775 per saham pada perdagangan Senin (30/1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News