kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Indeks saham sektor konstruksi paling jeblok


Sabtu, 08 Juli 2017 / 14:30 WIB
Indeks saham sektor konstruksi paling jeblok


Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri, Nathania Pessak | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Saham emiten sektor konstruksi masih belum menunjukkan kenaikan signifikan. Sejak awal tahun hingga kemarin atawa year to date (ytd), indeks sektor properti, real estate, dan konstruksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat turun 4,2%.

Angka ini jauh di bawah pencapaian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tumbuh 9,78%. Padahal, perolehan kontrak baru emiten konstruksi lumayan.

Ini sekaligus menjadi kinerja indeks sektoral terburuk di BEI. Hanya sektor ini dan sektor perkebunan yang masih memerah di pasar saham domestik. Sektor finansial mencetak kenaikan tertinggi indeks sektoral di bursa.

Analis melihat penurunan sektor konstruksi dan properti sebagai sebuah anomali. Kinerja saham sektor konstruksi yang turun tidak sejalan dengan kontrak-kontrak baru yang diperoleh emiten-emiten sektor ini. Nah, penurunan itu jadi peluang untuk akumulasi beli secara selektif.

Saat ini, memang banyak proyek konstruksi yang masih harus didanai oleh perusahaan konstruksi. Misalnya, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang pendanaan proyeknya harus tertahan lantaran pembebasan lahan yang belum kunjung usai. China Development Bank (CDB) disebut-sebut enggan mencairkan dana hingga pembebasan lahan rampung. Alhasil, emiten konstruksi harus punya arus kas/setara kas yang sehat.

Sebenarnya, perusahaan-perusahaan ini memiliki kas/setara kas yang cukup baik. Per kuartal I 2017, WIKA memiliki kas/setara kas mencapai Rp 8 triliun. Jumlah itu naik dibandingkan dengan kas/setara kas perusahaan tiga tahun terakhir.

PT Waskita Karya Tbk (WSKT) mempunyai kas/setara kas Rp 9,1 triliun. PT PP Tbk (PTPP) punya kas/setara kas Rp 6,5 triliun. Sedang PT Adhi Karya Tbk (ADHI) memiliki kas/setara kas terkecil, yakni Rp 2,24 triliun.

Reza Priyambada, Analis Binaartha Parama Sekuritas, mengatakan, kas/setara kas emiten konstruksi memang menjadi salah satu perhatian dari pelaku pasar. "Tapi bobotnya tak terlalu besar, fokus pelaku pasar lebih kepada kinerja dan kemudian pendapatan," kata Reza kepada KONTAN, Jumat (7/7).

Menurut Reza, jika dilihat dari maraknya proyek yang diperoleh, emiten konstruksi harus mempunyai cashflow kuat. Ini menjadi semacam syarat wajib lantaran mereka akan menggunakan arus kas tersebut untuk belanja lahan dan konsesi jalan tol.

Oleh karena itu, berbagai usaha harus dilakukan untuk mempertahankan cashflow seperti dengan menerbitkan obligasi. Saat ini, beberapa emiten konstruksi gencar mencari pendanaan, baik lewat rights issue maupun dengan menawarkan obligasi. Reza menilai, beberapa saham emiten konstruksi masih layak dikoleksi, semisal WIKA, WSKT, juga PTPP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×