Reporter: Emir Yanwardhana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Indofarma Tbk (INAF) optimistis mencatatkan kinerja positif pada tahun ini. Proyeksi tersebut sejalan dengan ekspansi yang dijalani perusahaan. Indofarma telah merampungkan renovasi pabrik obat herbal dan fasilitas laboratorium mikrobiologi.
Dengan dua fasilitas itu, penjualan obat akan meningkat. ”Sebelum fasilitas itu rampung, kami menumpang produksi ke pabrik lain, jadi menekan margin laba," ujar Sekretaris Perusahaan INAF Yasser Arafat kepada KONTAN, Jumat (6/1).
Berdasarkan rencana kerja dan anggaran (RKAP), INAF ingin mengerek laba hampir empat kali lipat menjadi Rp 30 miliar dari estimasi laba 2016 sebesar Rp 7,8 miliar. Adapun pendapatan INAF diprediksi tumbuh 25% year-on-year (yoy) menjadi Rp 2,11 triliun.
Estimasi kinerja INAF pada 2016 masih di bawah target yang dipatok, yakni Rp 2 triliun dan laba bersih Rp 34 miliar. Hal ini lantaran pemerintah memangkas anggaran belanja kesehatan 2016, sehingga beberapa tender pemerintah tidak terlaksana.
Dengan iklim industri yang lebih baik pada tahun ini, INAF tidak hanya mendorong pendapatan dari obat resep, penjualan obat jual bebas pun akan digenjot. Misalnya, obat herbal pada tahun ini diharapkan menyumbang 10%–20% terhadap target pendapatan pada tahun ini.
Meski demikian, pada tahap awal, pengoperasian pasca renovasi, utilisasi produksi INAF hanya 50%. Untuk obat ethical atau resep, perusahaan farmasi pelat merah ini akan gencar mengkuti tender pengadaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Sekarang tender ulang, pada Februari diumumkan, dengan target nilai kontrak hingga Rp 300 miliar,” ungkap Yasser.
Kontribusi ekspor
Tidak hanya berjualan obat, INAF juga memasok alat kesehatan. Pada kuartal ketiga tahun lalu, penjualan alat kesehatan berkontribusi sebesar 34% terhadap total pendapatan INAF. Porsi tersebut merupakan kontribusi kedua terbesar di bawah segmen penjualan obat resep, yang menyumbang 62% penjualan. Sedang kontribusi obat bebas pada penjualan 2%.
Untuk menunjang pertumbuhan laba hingga empat kali lipat, manajemen INAF mengharapkan harga bahan baku obat tidak menanjak pada tahun ini. Begitu pula dengan kurs dollar Amerika Serikat, yang diharapkan bergerak stabil. Pasalnya, sebesar 98% bahan baku obat masih impor.
”Nilai tukar saat ini masih normal dibandingkan awal tahun lalu, di mana kurs masih di atas Rp 13.700 per dollar AS,” tutur Yasser.
INAF juga mengharapkan pendapatan ekspor tumbuh 7% pada tahun ini. Di 2016, penjualan ekspor diprediksi tumbuh 5% (yoy). Hingga kuartal III 2016, penjualan ekspor INAF menyumbang separuh dari total pendapatan atau mencapai Rp 886 miliar.
Yasser mengatakan, ada beberapa negara tujuan ekspor baru, namun belum bisa dibeberkan. "Masih di pipeline, setelah terealisasi baru kami beberkan," kata dia.
Dari pemberitaan KONTAN sebelumnya, INAF mengincar negara-negara di Afrika, karena kebutuhan medis yang tidak jauh seperti Indonesia. Sejauh ini Indofarma sudah mengekspor obat dan alat rumah sakit/diagnosis ke 11 negara tujuan seperti Filipina, Myanmar, Afganistan, Irak, Yordania dan beberapa negara lain di kawasan Asia.
Selain itu, untuk jangka panjang, ada beberapa proyek lagi yang digarap INAF, mulai dari perluasan pabrik hingga menambah dua jaringan distribusi di Jawa dan luar Jawa. Aktivitas terdekat, manajemen INAF masih fokus dalam pembangunan fasilitas sterile non cephalosporin, yang ditargetkan rampung pada Mei mendatang.
Tahun ini, Indofarma mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 120 miliar. Dana tersebut untuk membangun fasilitas di pabrik dan peningkatan utilitas. Sampai akhir 2016, utilitas pabrik INAF melebihi 70%. Sementara target utilitas pabrik tahun ini bisa mencapai 85%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News