Reporter: Surtan PH Siahaan | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Harga minyak mentah dunia, sejak 21 Juni 2013 lalu merangkak naik. Jumat lalu (19/7), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Agustus 2013 sudah menembus level US$ 107,87 per barel, tertinggi sejak 2008 silam.
Sejak 21 Juni 2013, harga minyak dunia jenis WTI sudah naik 15,21%. Namun, dibandingkan dengan harga setahun lalu di level US$ 89,80 per barel, harga minyak sudah melonjak hingga 20,1%.
Kenaikan harga minyak dunia tersebut turut mengangkat prospek kinerja dan ujung-ujungnya harga saham emiten di sektor pertambangan minyak dan gas bumi (migas) pun bisa terdongkrak.
Tengok saja saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Sejak 21 Juni 2013, harga saham MEDC sudah terangkat 12,80%. Jumat akhir pekan lalu, harga MEDC di posisi Rp 1.850 per saham. Pun begitu, harga saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI), sejak 21 Juni tercatat naik 4,76% jadi Rp 440 per saham.
Kendati kenaikan harga minyak bisa membawa sentimen positif bagi prospek bisnis emiten perminyakan, tapi para analias mengingatkan investor untuk tetap berhati-hati.
Analis BNI Securities, Thendra Crisnanda menyarankan investor jeli melihat penyebab kenaikan harga minyak mentah dunia tersebut. Ia melihat, kenaikan harga minyak lebih disebabkan gangguan distribusi akibat konflik berkepanjangan di Mesir.
Padahal, Mesir mengendalikan jalur penting, yakni terusan Suez. "Dugaan saya, kenaikan harga disebabkan terbatasnya pasokan bukan karena naiknya permintaan" ujar Thendra, akhir pekan lalu.
Thendra justru menduga, permintaan minyak akan turun. Apalagi, perekonomian China sebagai negara pengimpor terbesar komoditas sedang melambat. Rebound harga komoditas ini akan berangsur surut jika konflik di Mesir teratasi.
Analis Ciptadana Securities, Wilim Hadiwijaya menambahkan, kenaikan harga minyak tak berdampak bagi Indonesia. Sebab, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) lebih stabil karena berpatokan pada harga brent oil.
Kata Thendra, kenaikan saham saham sektor energi lebih disebabkan aksi spekulasi. Dampak terhadap harga kinerja MEDC, misalnya, ia nilai sangat minim. Alasan Thendra, harga jual rata-rata MEDC mengacu pada ICP yang diatur PT Pertamina. Sementara, ICP bersandar pada acuan harga minyak brent.
MEDC menggunakan skema penjualan minyak kontrak jangka panjang yang biasanya menggunakan harga bawah. Untuk saham ini, Thendra memberi rekomendasi hold dengan target harga Rp 1.850 per saham. Di akhir pekan lalu, prediksi Thendra sudah sama: di level di Rp 1.850.
Sedangkan, Wilim masih memberi outlook underweight bagi saham sektor energi. Dugaan dia, kenaikan beberapa saham juga lebih disebabkan rebound IHSG. Meski demikian, dia tetap memberi rekomendasi beli untuk saham MEDC dengan target Rp 3.100. Sementara untuk ENRG, Willim masih memberi rekomendasi beli dengan target harga Rp 245 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News