kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Imbalan SUN valas mungkin lebih tipis


Jumat, 21 Februari 2014 / 07:40 WIB
Imbalan SUN valas mungkin lebih tipis
Tinggalkan Drakorindo, drama Korea The Golden Spoon menjadi salah satu drakor terbaru sub Indo yang dapat ditonton di situs legal yang aman.


Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Investor domestik yang berminat mengoleksi surat utang negara (SUN) berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) bisa mulai bersiap. Pemerintah bakal kembali menawarkan instrumen ini pada 10 Maret 2014.

Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementrian Keuangan, Loto Srinaita Ginting menyebut,  pengumuman rencana lelang dilakukan pada 4 Maret mendatang. "Pengumuman itu juga akan menetapkan seri yang akan ditawarkan kepada investor," ujarnya.

Menurut Loto, lelang SUN valas domestik akan digelar secara reguler. Rencananya, tahun ini, pemerintah akan menerbitkan SUN valas domestik sebanyak dua kali. Jadi, masing-masing satu kali penerbitan di tiap semester.

Kepala Sub Direktorat Pengelolaan Portofolio SUN DJPU, Agung Galih Satwiko  bilang, penerbitan secara reguler demi menambah pasokan agar likuid di pasar sekunder, serta mempertahankan keberadaan instrumen SUN valas domestik.

Kata Agung, dalam lelang kali ini, pemerintah tidak mematok target tinggi, yaitu diperkirakan hanya menyerap sekitar US$ 150 juta-US$ 200 juta. "Kami tidak agresif, karena sebelumnya pemerintah sudah menerbitkan global bonds senilai US$ 4 miliar," ungkapnya.

Lelang SUN valas domestik  yang digelar perdana pada 25 November 2013, kurang sukses. Saat itu, pemerintah menawarkan satu seri USDFR001 bertenor 3,5 tahun. Jumlah permintaan yang masuk hanya US$ 293,55 juta atau jauh di bawah target indikatif, senilai US$ 450 juta.

Rendahnya penyerapan disebabkan permintaan yield investor yang cenderung tinggi. Yield tertinggi yang masuk mencapai 5,75%, dan terendah 3,15%. Adapun, yield rata-rata tertimbang dari penawaran yang masuk sebesar 3,51%. Pemerintah akhirnya memberikan kupon 3,5% per tahun pada surat utang yang akan jatuh tempo 15 Mei 2017 itu.

Yield masih menarik

Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), Fakhrul Aufa menduga, lelang SUN denominasi dollar AS masih akan diwarnai permintaan yield tinggi. Permintaan yield tinggi karena investor khawatir instrumen tersebut belum likuid. Akibatnya, investor akan meminta risk premium.

"Namun, permintaan yield tidak akan setinggi lelang sebelumnya, karena tren penguatan rupiah dalam beberapa pekan terakhir memicu penurunan yield," ujar Fakhrul.

Dia memperkirakan, investor akan meminta risk premium di kisaran 20 basis poin-30 basis poin di atas yield pasar sekunder. Kisaran risk premium tersebut sama seperti permintaan investor dalam lelang sebelumnya. Saat ini, yield USDFR001 di pasar sekunder sekitar 2,5%, dengan harga 103.088. Dengan begitu, yield SUN valas domestik dalam lelang nanti bisa berada di kisaran 2,70% - 2,80%.

Analis NC Securities, I Made Adi Saputra sepakat, penguatan nilai tukar rupiah akan mendorong penurunan yield. Ia menebak, yield akan ditetapkan di kisaran 3,0%-3,1% untuk SUN valas terbaru. Asumsi tersebut mempertimbangkan yield global bond Indonesia bertenor sama yang saat ini di level 2,43%.

Dengan asumsi yield tersebut, kata Made, investor masih akan diuntungkan. Sebagai perbandingan, rata-rata suku bunga deposito dollar AS 12 bulan saat ini hanya 1,09%. "Sehingga apabila dengan pertimbangan mata uang dollar AS, SUN valas domestik masih menarik," tuturnya.

Analis obligasi Millenium Danatama Asset Management, Desmon Silitonga, juga melihat, penguatan rupiah akan berdampak positif terhadap lelang.

Apalagi, fluktuasi rupiah diperkirakan akan semakin mengendur karena kebijakan  Singapura yang menutup kurs referensi non deliverable foward (NDF) untuk transaksi USD/IDR di pasar offshore serta beralih menggunakan kurs referensi Bank Indonesia atau Jisdor. "Sebab, bagaimanapun, fluktuasi kurs akan sangat berpengaruh terhadap yield yang diminta investor," imbuh Desmon.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×