Reporter: Wahyu Satriani, Dina Farisah, Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Harga obligasi terseret buruknya pasar modal di awal pekan ini. Laju inflasi tinggi serta data ekonomi Indonesia yang suram menyebabkan imbal hasil surat utang negara (SUN) melonjak.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks SUN turun dalam lima hari berturut-turut. Kemarin (19/8), indeks SUN ditutup pada angka 97,67 ketimbang pekan lalu 101,1.
Imbal hasil SUN acuan seri FR0066 bertenor 5 tahun, kemarin, ditutup naik ke posisi tertinggi sepanjang 2013 menjadi 7,64% ketimbang akhir pekan lalu di angka 7,47%. Sedangkan imbal hasil SUN acuan seri FR0063 bertenor 10 tahun naik ke angka 8,212% dibanding akhir pekan lalu yang masih 7,98%. Imbal hasil ini hampir menyentuh titik tertinggi sepanjang 2013 di angka 8,215% pada 16 Juli.
Desmon Silitonga, analis Millenium Danatama Asset Management memperkirakan, rata-rata imbal hasil bisa tertekan 50 basis poin hingga 100 basis poin sepanjang Agustus ini. "Potensi yield untuk surat berharga negara 10 tahun bisa berada di atas 8,5%, bahkan bisa menembus 9%," kata Desmon, pekan lalu.
Rentetan kabar buruk dari dalam negeri terus menekan pasar obligasi. Kenaikan imbal hasil obligasi mulai terjadi setelah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan BI rate. "Artinya tekanannya memang cukup besar akibat inflasi ini," ujar dia.
Inflasi Juli lalu meningkat lebih tinggi ketimbang prediksi. Laju inflasi bulan Juli 2013 melejit tinggi mencapai 3,29% atau 8,61% secara year on year (yoy). Sebelumnya, banyak pengamat memperkirakan inflasi Juli akan berada di kisaran 2,7% atau 2,8%.
Dengan kondisi ini, Desmon memperkirakan, BI akan kembali menaikkan BI rate. "BI rate kemungkinan bisa ke 7% atau 8%," tutur Desmon.
Pasar obligasi, kemarin, juga tertekan pengumuman BI tentang defisit transaksi berjalan kuartal kedua yang melonjak menjadi US$ 9,8 miliar dari kuartal pertama yang US$ 5,8 miliar.
Desmon menduga, investor akan memilih surat utang bertenor pendek di tengah kondisi ini. Langkah tersebut sebagai antisipasi masih adanya kekhawatiran laju inflasi akan meningkat di sisa tahun ini.
Tingginya laju inflasi juga memicu tekanan di pasar obligasi korporasi dan obligasi global. "Karena inflasi itu memang fungsi utama yang sangat mempengaruhi pergerakan harga obligasi," tutur dia.
Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Fakhrul Aufa mengatakan, tekanan di pasar obligasi akan terasa menjelang pengumuman BI rate. Saat itu, menurut dia, investor akan kembali ke tenor-tenor pendek. "Dampak inflasi akan terasa ketika BI rate kemungkinan akan kembali dinaikkan," ujar Fakhrul.
Credit spread menipis
Dampak kenaikan imbal hasil SUN acuan tentu akan mengerek imbal hasil obligasi korporasi di semester kedua ini. Korporasi harus menawarkan imbal hasil lebih tinggi untuk penerbitan surat utang di semester kedua ketimbang separuh pertama 2013.
Hingga Senin (19/8), imbal hasil SUN acuan bertenor 5 tahun naik 262 basis poin sejak akhir Maret 2013. Artinya, korporasi juga harus menaikkan imbal hasil surat utang setara dengan kenaikan yield SUN.
Untungnya, kenaikan imbal hasil SUN acuan tidak diikuti kenaikan credit spread obligasi korporasi. Credit spread menunjukkan selisih surat utang korporasi dibanding surat utang acuan.
Credit spread obligasi korporasi saat ini justru turun ketimbang akhir kuartal I lalu. Misalnya, credit spread obligasi korporasi bertenor 5 tahun yang turun 80 basis poin ketimbang akhir Maret.
Meski tidak setara kenaikan imbal hasil SUN acuan, penurunan credit spread bisa membatasi kenaikan imbal hasil obligasi korporasi baru di semester kedua. "Koreksi yang terjadi pada obligasi korporasi tidak setajam obligasi pemerintah. Hal ini menyebabkan spread lebih kecil," ujar Fakhrul, Senin (19/8).
Fakhrul memprediksi, spread obligasi korporasi akan mengecil. Saat ini, beberapa peringkat obligasi korporasi sudah mengarah pada penyempitan spread.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













