Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Sofyan Hidayat
JAKARTA. Penguatan rupiah di akhir-akhir kuartal I 2014 berhasil memoles kinerja reksadana berbasis dollar Amerika Serikat (AS). Selain itu, tingkat pengembalian investasi reksadana ini juga ditopang oleh kondisi pasar saham dan pasar obligasi yang berangsur membaik.
Data Infovesta Utama per 25 Maret 2014, menunjukkan reksadana dollar AS rata-rata meraih return sebesar 4,60% sejak akhir tahun lalu. Reksadana saham kelolaan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menjadi jawara di jajaran reksadana berbasis dollar AS.
Produk bernama Manulife Greater Indonesia Fund tersebut mampu memberikan return kepada investor hingga sebesar 18,9% dari akhir 2013 hingga 25 Maret 2014 (lihat tabel).
Analis Infovesta Utama Viliawati menilai, penguatan rupiah memberi pengaruh besar pada kinerja reksadana dollar AS sejak awal tahun. Selain itu, kata dia, kinerja aset dasar reksadana berupa saham dan obligasi yang membaik turut menopang imbal hasil instrumen investasi ini.
Positifnya kinerja pasar modal di awal tahun dipicu oleh kondisi makro ekonomi Indonesia yang membaik, seperti inflasi yang melandai, neraca perdagangan yang terjaga, serta besarnya aliran dana asing yang masuk ke pasar modal.
Director Investment Specialist MAMI, Putut Endro Andanawarih mengatakan, return Manulife Greater Indonesia Fund yang tinggi tidak lepas dari strategi yang diterapkan perusahaan dalam meracik portofolio. MMI melihat kondisi pasar dan pengaruhnya terhadap efek yang akan menjadi aset dasar dalam tiga bulan mendatang.
Selanjutnya, manajer investasi ini menentukan sektor saham yang berpotensi menguntungkan. "Setelah menentukan sektor, kami akan memilih saham-saham yang baik," ujar Putut, kemarin.
Selain Manulife, kinerja produk reksadana dollar AS milik PT First State Investments Indonesia juga kinclong. Produk bertajuk First State Indonesian USD Balanced Plus Fund mencatat return 13,83%.
Hario Suprobo, Presiden Direktur PT First State Investments Indonesia mengatakan, penguatan rupiah terhadap dollar AS hingga 7% secara year to date menguntungkan reksadana berbasis dollar AS yang dikelola First State.
Dana kelolaan First State Indonesian USD Balanced Plus Fund mayoritas ditempatkan pada efek saham, yakni sekitar 50% hingga 60%. Saham yang dikoleksi merupakan saham-saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan ditransaksikan dalam denominasi rupiah.
Namun penghitungan serta pembukuan nilai aktiva bersih (NAB) per unit penyertaan (UP) dilakukan dalam dollar AS. Dus, apresiasi rupiah mengakibatkan aset dasar menggelembung sehingga return reksadana tersebut merangkak naik.
"Kondisi ini berbeda dengan tahun 2013. Waktu itu rupiah sempat mengalami depresiasi hingga sekitar 24%, sehingga kinerja portofolio juga mengalami penurunan cukup besar," ujar Hario.
Hario menambahkan, moncernya kinerja reksadana dollar AS milik Firts State juga dipicu oleh pemilihan aset dasar yang didominasi oleh saham-saham berkapitalisasi pasar besar. Saham tersebut memang menjadi penopang kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama kuartal I tahun ini.
"Stock picking cukup berhasil dengan memiliki saham-saham di sektor barang konsumsi, infrastruktur dan perbankan yang berkinerja cukup baik di kuartal pertama ini," kata Hario.
Hingga semester I tahun ini, kata Hario, First State Indonesian USD Balanced Plus Fund akan mempertahankan strategi alokasi saham sekitar 50% hingga 60% sebagai aset dasar reksadana ini. Bahkan jika kondisi ekonomi makro, politik Indonesia serta perekonomian global membaik, perseroan mempertimbangkan penambahan porsi saham sebagai aset dasar.
"Dengan asumsi pemilu legislatif maupun pemilu presiden berjalan baik dengan output yang market friendly dan rupiah menguat, kami optimistis kinerja saham akan baik," papar Hario.
Sementara, Putut mengatakan, di semester pertama ini, Manulife Greater Indonesia Fund memanfaatkan momentum pemilu dengan memilih saham-saham yang berpotensi tumbuh.
Menurut fund factsheet, reksadana ini memutar alokasi di saham blue chips seperti seperti ASII, BBCA, BBRI dan TLKM. Hingga akhir Februari, reksadana ini memiliki komposisi portofolio di saham dalam negeri sekitar 88,29%, saham luar negeri sekitar 7,34%, serta pasar uang 4,37%.
Viliawati menilai, prospek berinvestasi di reksadana berbasis dollar AS pada tahun ini masih menarik. Tren penguatan rupiah diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun ini. "Selain itu, kinerja aset dasarnya masih cukup prospektif," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News