kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.205   64,04   0,90%
  • KOMPAS100 1.107   12,22   1,12%
  • LQ45 878   12,25   1,41%
  • ISSI 221   1,22   0,55%
  • IDX30 449   6,60   1,49%
  • IDXHIDIV20 540   5,96   1,12%
  • IDX80 127   1,50   1,19%
  • IDXV30 135   0,68   0,51%
  • IDXQ30 149   1,81   1,23%

Imbal hasil ETF masih menjanjikan


Jumat, 07 Maret 2014 / 07:18 WIB
Imbal hasil ETF masih menjanjikan
ILUSTRASI. Begini 5 Cara Mudah dan Murah Bikin Rumah Anda Jadi Lebih Ramah Lingkungan


Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Sofyan Hidayat

JAKARTA. PT Indo Premier Investment Management (IPIM) kembali meluncurkan exchange traded fund (ETF) berbasis saham. Produk bernama Premier ETF SMinfra18 ini dicatatkan di bursa efek Indonesia (BEI), Kamis (6/3) dengan ticker XISI.

Usai tercatat di BEI, harga produk anyar ini langsung naik. Reksadana yang bisa diperdagangkan di BEI tersebut dibuka dengan harga perdana Rp 315 atau naik 2,27% ketimbang nilai awal Rp 308.

Direktur Utama IPIM, John D Item mengatakan, harga perdana itu merupakan pembentukan awal dari penyertaan unit ETF yang dilakukan sejumlah entitas sponsor. "Setelah ditransaksikan, harganya akan mengikuti pergerakan dari kinerja aset dasar yang masuk di portofolio ETF ini," kata John, Kamis (6/3).

Premier ETF SMinfra18 dicatatkan dengan nilai awal unit penyertaan Rp 30,8 miliar dan total jumlah penyertaan sebanyak 100 juta unit. Bobot portofolio Premier ETF SMinfra18 terdiri dari 18 saham emiten sektor infrastruktur utama serta sektor pendukungnya, besutan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham-saham yang masuk indeks ini antara lain ADHI, AKRA, EXCL, INTP, JSMR, TLKM dan WIKA.

IPIM menggandeng Deutsche Bank AG Cabang Jakarta sebagai bank kustodian, serta PT Indo Premier Securities selaku agen penjual (dealer) partisipan.

John memperkirakan, investor bisa menggenggam return hingga 20% per tahun dari produk ini. Estimasi tersebut mempertimbangkan kinerja saham-saham infrastruktur yang diperkirakan masih akan moncer. Maklum, kebutuhan infrastruktur pembangunan Indonesia masih sangat besar.

Di tahun pertama, IPIM menargetkan bisa meraup dana kelolaan Rp 100 miliar dari ETF baru ini. Tahun ini, selain Premier ETF SMinfra18, IPIM akan meluncurkan tiga ETF lagi. "Kemungkinan akan diluncurkan di Juni atau setelah Pemilu," kata John.

Hingga kini, IPIM merupakan satu-satunya manajer investasi yang menerbitkan reksadana ETF saham. Sebelumnya, sudah ada empat reksadana ETF yakni Premier ETF IDX30, Premier ETF LQ45, Premier ETF Indonesia Consumer, dan Premier ETF Syariah Jakarta Islamic Indeks (JII). Per 4 Maret 2014, total dana kelolaan masing-masing reksadana ETF itu sebesar Rp 164,5 miliar, Rp 77,13 miliar, Rp 159,15 miliar dan Rp 134,85 miliar.

Menurut John, mayoritas dana kelolaan diraih dari investor institusi. Sedangkan porsi investor ritel masih sekitar 5%. IPIM menargetkan bisa menambah dana kelolaan ETF menjadi Rp 700 miliar hingga Rp 1 triliun di akhir tahun ini. Sedangkan, target dana kelolaan IPIM secara keseluruhan pada tahun ini mencapai Rp 2 triliun.

Pengamat pasar modal Hans Kwee mengatakan, prospek ETF menarik. Namun, instrumen ini kurang likuid sehingga investor sulit menjual kembali kepemilikan ETF. "Yang paham dan trading ETF juga sedikit. Sehingga membutuhkan sosialisasi kepada investor," kata dia.

Hans memperkirakan, kinerja Premier ETF SMinfra18 bakal mengalahkan Indeks Harga Saham Gabungan(IHSG) tahun ini. Banyaknya kebutuhan infrastruktur akan mengangkat kinerja saham-saham infrastruktur yang menjadi aset dasar ETF. Ujungnya, return ETF juga ikut terangkat.

Analis Infovesta Utama Viliawati menambahkan, produk ETF cocok bagi investor yang menginginkan return menyerupai indeks acuannya. Produk ini memiliki selisih return yang relatif kecil dibandingkan indeks acuannya ekitar 2%. "ETF akan memberikan return bagus apabila sektor saham yang menjadi acuannya berkinerja baik," kata Viliawati.

Oleh karena itu, Viliawati menekankan agar investor mencermati prospek sektor saham yang menjadi acuan ETF. Selain itu, investor perlu melihat faktor likuiditas dan apakah ada pihak yang bertindak sebagai standby buyer jika investor ingin menjual ETF yang dimilikinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×