Reporter: Surtan PH Siahaan | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Rabu (3/4) IHSG menguat 0,49% ke 4.981,47. Para analis percaya, IHSG masih akan menguat. Tapi, potensi koreksi juga besar.
Analis Batavia Prosperindo Sekuritas, Parningotan Julio menilai, secara historis, bulan April adalah masa puncak reli IHSG. Ini telah terjadi sejak 1998. Dia memprediksi , IHSG berpotensi ke 5.200 sampai akhir tahun nanti.
Kenaikan IHSG yang cukup cepat membuat Head of Research KSK Financial Group, David Cornelis merevisi target dari 4.991 menjadi 5.152 di akhir tahun. Potensi pertumbuhan yang cukup tipis ini, membuat David percaya, IHSG dalam waktu dekat akan terkoreksi. "Selama April IHSG cenderung bullish dan bisa ke 5.000." kata dia.
Tapi, di bulan Mei dan Juni sangat rawan koreksi. David menduga, pelaku pasar akan memanfaatkan momentum rilis laporan keuangan kuartal I-2013. "Sejauh ini, indikator teknikal masih mendukung kenaikan indeks jangka pendek dan menengah," kata dia.
Parningotan juga berpendapat sama. Menurut dia, IHSG akan masuk fase konsolidasi pada bulan Mei - Juni. Sedangkan Juli - November cenderung mixed. Jika pasar terkoreksi, dia memperkirkan, IHSG tak akan lewat dari level 4.786.
Head of Investment AAA Asset Management, Siswa Rizali menambahkan, peluang IHSG menguat masih terbuka lebar. Laporan kinerja emiten BEI yang positif dan likuiditas tinggi menjadi alasan utama. Bahkan, secara statistik pasar saham Indonesia di urutan terbaik ketiga setelah Thailand dan Filipina.
Ini pula yang menjadi alasan dana asing masuk ke Indonesia. Dana asing sejak awal tahun telah masuk Rp 20,05 triliun.
Meski demikian, Siswa mewanti wanti investor untuk memperhatikan situasi ekonomi global. Sebab, kondisi global bisa sangat mempengaruhi ekonomi Indonesia. Selain itu, pergerakan IHSG sudah tinggi dan tak mencerminkan fundamental.
Salah satu indikasinya adalah pergerakan pasar saham yang tidak berbanding lurus dengan pasar obligasi. "Padahal, kenaikan pasar saham yang wajar harus diikuti juga kenaikan pasar obligasi," ujar dia. Tapi, pasar obligasi justru turun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News