Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kuartal I-2023 bakal segera berakhir. Namun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) seakan masih jalan di tempat, yakni ada di kisaran 6.800-an. IHSG pun cukup kesulitan untuk menembus level 7.000.
Sejak awal tahun alias secara year-to-date (ytd), IHSG hanya naik tipis 0,09%. Hal ini membuat laju IHSG mulai ketinggalan dari bursa regional, sebut saja bursa saham Filipina (PSEi) yang sejak awal tahun menguat 1,82%, bursa Vietnam (VN-Index) yang menguat 3,22%, dan bursa saham Singapura (Strait Times Index) yang naik 0,96%.
IHSG juga kalah jauh dengan bursa-bursa saham di wilayah Asia Timur yang rata-rata sudah naik di kisaran 5% sampai 9% sejak awal tahun. Sebut saja Shanghai Composite China yang naik 5,76%, Nikkei 225 Jepang yang naik 5,21%, bahkan Indeks KOSPI Korea Selatan sudah melonjak 8,37% sejak awal tahun.
Analis Phintraco Sekuritas Rio Febrian menilai, pergerakan IHSG sejauh ini tertahan dari perilaku pasar yang menunggu risalah Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), pada Februari 2022.
Baca Juga: Sepekan IHSG Turun 0,57%, Investor Mencermati Langkah The Fed
The Fed menilai kondisi inflasi saat ini masih jauh di atas target inflasi 2%. Akan tetapi, kecenderungan penurunan inflasi dalam beberapa bulan terakhir membangun keyakinan pasar bahwa The Fed Rate sudah hampir mencapai titik puncak.
Selain itu, IHSG juga diperberat dengan harga komoditas seperti minyak dan batubara yang cenderung turun dari awal tahun 2023. Harga batubara saat ini berada di US$ 209,65 per ton, yang sudah melemah 48,13% sejak awal tahun.
Sementara itu, harga minyak mentah jenis WTI turun ke level US$ 75,64 per barel, melemah 5,44% YTD. Sejalan, harga minyak mentah jenis Brent juga turun ke level US$ 82,21 per barel, melemah 3,42 % YTD.
“Penurunan harga komoditas tersebut menekan pergerakan saham di sektor energi, sehingga IHSG cenderung tertekan. Mengingat sektor energi merupakan sektor pendorong IHSG di tahun 2022,” kata Rio kepada Kontan.co.id, Minggu (26/2).
Baca Juga: Bank Sentral AS Dinilai Membutuhkan Resesi Ekonomi untuk Menjinakkan Inflasi
Sejumlah saham berbasis energi memang sudah anjlok cukup dalam, yang dipimpin oleh saham-saham sektor batubara. Sebut saja saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang melemah 24,94%, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) melemah 7,69%, dan PT Bayan Resources Tbk (BYAN) melemah 10,48%.
Sementara itu, indeks sektor Energy (IDX Energy) bahkan melemah 9,08%, menjadikan indeks sektor energi sebagai indeks sektoral dengan kinerja terburuk sejak awal tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News