Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengawali karier sebagai floor trader atau pialang di perusahaan sekuritas, membawa Idrus, Direktur PT Ayers Asia Asset Management, mengenal secara langsung dunia investasi, melalui saham. Pria bergelar sarjana ekonomi Universitas Jayabaya ini bercerita, dia terinspirasi bekerja di dunia pasar modal, lantaran kerap menonton informasi pergerakan bursa saham Indonesia di stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI) kala itu.
"Saya lihat di TVRI, ruang bursa dulu dipenuhi ratusan orang mentransaksikan saham. Waktu itu saya berpikir bagaimana saya bisa masuk ke ruang bursa itu. Akhirnya saya pun memulai karier sebagai pialang," kisah Idrus.
Kala itu, tahun 2000, Idrus mengawali dengan menjadi pialang di PT Bapindo Bumi Securities. Karier sebagai pialang berlanjut hingga 2005 silam, meski sempat berpindah perusahaan sekuritas.
Sejak pertama kali menjalankan profesi pialang, Idrus pun mulai mengoleksi saham. "Dari pialang akhirnya coba langsung beli saham karena sehari-hari kerjaan saya menghitung lembaran saham," tutur pria yang pernah menjadi Head Product Development di BNI Asset Management ini.
Awal membeli saham, Idrus mengategorikan dirinya sebagai investor yang agresif. Tapi, dia kerap merasa was-was ketika harga saham yang dibeli sedang jatuh. "Lucunya, saham kan sebaiknya untuk instrumen investasi jangka panjang. Tapi, saya lihat pergerakannya setiap hari. Ini yang membuat sering worry ketika harga saham turun," kenang Idrus.
Pria kelahiran 44 tahun silam ini bercerita, pada awal berinvestasi saham, dia sempat merugi hingga 50% dari harga beli saham. Saat itu, dia akhirnya memutuskan untuk cut loss atau mengambil semua investasi pada saham tersebut. "Karena masih baru dan belajar, jadi pernah rugi sampai 50%," tutur Idrus.
Namun, kerugian itu tidak membuat dia jera membeli saham. Idrus menjadikan kejadian itu sebagai pelajaran agar lebih selektif dalam memilih saham.
Kurang agresif
Seiring bertambahnya usia dan pengalaman, Idrus kini lebih dewasa dalam menentukan saham pilihan. Dia pun tidak merasa khawatir berlebihan ketika harga saham turun. "Bahkan saya membeli saham di harga rendah selama fundamentalnya stabil dan ekonomi dalam negeri tetap tumbuh," ungkap dia.
Idrus mengaku, pernah meraih cuan hampir 200% dari investasi di instrumen saham. Meski begitu, dia mengaku, saat ini sudah tidak seagresif waktu muda.
Itu sebabnya, saat ini ia juga melakukan diversifikasi portofolio investasinya ke produk reksadana. Terlebih, sejak beberapa tahun silam, Idrus mulai bekerja di lingkup manajer investasi. "Jiwa saya tetap agresif tapi tidak seagresif dulu, jadinya pilih reksadana saham," tutur dia.
Selain di pasar modal, Idrus juga mendiversifikasi portofolio investasinya di sektor properti. Dia membeli rumah untuk ditempati keluarga, serta apartemen untuk disewakan.
Idrus menuturkan, dia justru membeli apartemen ketika sektor properti sedang lesu. Saat itu, pasar properti terpengaruh krisis mortage di Amerika Serikat, yang terjadi pada 2008 silam.
Saat ini, mayoritas porsi portofolio Idrus ditempatkan di properti. Sisanya, di instrumen saham dan reksadana. Porsi properti lebih besar, karena nilai aset properti juga lebih besar.
Idrus punya pegangan yang sama seperti investor andal lainnya, yaitu jangan taruh dana pada satu instrumen alias perlu mendiversifikasi portofolio.
Bagi investor pemula, Idrus menyarankan untuk memulai dengan berinvestasi pada instrumen reksadana. Alasannya simpel, reksadana dikelola oleh profesional, sehingga bisa memitigasi risiko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News