Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penawaran surat berharga negara ritel (SBR) seri SBR004 tinggal menghitung hari. Tak ada salahnya, investor ritel mulai mengulik potensi untung rugi di balik instrumen satu ini. SBR004 diproyeksikan laris lantaran tren suku bunga acuan tinggi yang tengah menyelimuti.
Sebagai informasi, SBR004 tetap menjadikan BI 7 Day Repo Rate (BI7DRR) sebagai acuan kuponnya. Instrumen bertenor dua tahun ini memberi tingkat kupon yang dihitung dari BI7DRR ditambah spread yang ditentukan pemerintah. Nah, untuk SBR003 yang meluncur bulan Mei lalu, spread tersebut sebesar 255 basis poin, sehingga kupon minimal SBR ketiga tersebut ada di level 6,80%
Dengan asumsi spread yang ditetapkan masih sama, potensi tawaran kupon SBR004 berada di level 7,8%. Maklum, saat ini BI7DRR sebesar 5,25%. Jika dibandingkan dengan rata-rata suku bunga deposito yang saat ini berkisar 5,6% maupun SUN tenor dua tahun dengan yield sekitar 7,2%, kupon SBR004 terbilang kompetitif.
"Nature instrumen ini sangat mirip dengan deposito. Agar bisa menarik minat investor, SBR harus mampu memberikan tingkat kupon yang kompetitif dengan rata-rata suku bunga deposito," terang Ifan Mohamad Ihsan, analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) kepada Kontan.co.id, Jumat (10/8).
Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar juga berpendapat, pemerintah harus berani mematok kupon. Alasannya, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan belum sejalan dengan kenaikan permintaan pinjaman. Dengan begitu, "Ada potensi bank-bank mulai menaikkan suku bunga deposito. Kalau kupon SBR tidak dapat bersaing, peminatnya akan berkurang," ujarnya.
Risiko likuiditas
Kendati tawaran kupon berpeluang tinggi, investor perlu mencermati beberapa risiko dari instrumen ini. Dibandingkan dengan Obligasi Negara Ritel (ORI), misalnya, yang sama-sama menyasar investor ritel. ORI dapat ditransaksikan di pasar sekunder dan lebih likuid ketimbang SBR.
Sementara SBR, kata Ifan, murni untuk investasi dan tidak dapat ditransaksikan di pasar sekunder. "Akibatnya, investor tidak dapat mencairkan instrumen ini sewaktu-waktu," jelas Ifan.
Dengan demikian, Anil menambahkan, potensi keuntungan investor hanya berasal dari perolehan kupon tanpa potensi capital gain. Namun, ia menilai, jika tawaran kupon SBR sesuai asumsi, investor bisa menjadikan ini sekaligus sebagai instrumen hedging.
Ambil contoh, investor memiliki kredit pemilikan rumah (KPR) untuk dua tahun hingga tiga tahun ke depan dengan bunga tetap pada level 6%–7%. "Kalau kupon SBR004 nanti benar 7,8%, imbal hasilnya sudah bisa dipakai membayar bunga KPR," kata Anil.
Melihat peluang tersebut, Anil memproyeksikan tingkat permintaan SBR004 tinggi. Apalagi, investor memiliki kemudahan mengakses pembelian instrumen ini melalui sistem elektronik (daring).
Ifan juga melihat permintaan SBR004 akan marak seiring peluang kenaikan BI7DRR hingga akhir tahun. Nilai penerbitan akan tergantung dari kebutuhan pemerintah dan penawaran yang masuk.
Penjualan SBR003 sebelumnya berhasil menyentuh angka Rp 1,98 triliun. "Tapi, kalau tidak ada perubahan pada tingkat spread, sepertinya bisa melampaui hasil penjualan SBR003," tandas Ifan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News