Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Edy Can
JAKARTA. PT Bhakti Investama Tbk (BHIT), melalui anak usahanya, mendirikan perusahaan infrastruktur. Perusahaan yang diberi nama PT MNC Infrastruktur Utama itu bernaung di bawah PT Indonesia Air Transport Tbk (IATA).
Hary Tanoesoedibjo, Chief Executive Officer (CEO) MNC Group, seperti dikutip dalam pernyataan tertulisnya, kemarin (14/9), menuturkan, MNC Infrastruktur Utama akan menggarap proyek-proyek jalan tol, bandara, pelabuhan, dan pembangkit listrik.
Saat ini, MNC Infrastruktur memiliki satu proyek yang sedang ditangani. Proyek itu adalah pembangunan pelabuhan batubara di Kalimantan Timur. Nilai investasi proyek tersebut berkisar US$ 12 juta. MNC Group menargetkan, proyek itu kelar pada pertengahan tahun depan.
Pembentukan MNC Infrastruktur Utama merupakan langkah diversifikasi usaha MNC Group sekaligus IATA. Bisnis yang digeluti IATA selama ini adalah jasa penyewaan pesawat terbang.
Namun, MNC memastikan, pendirian perusahaan infrastruktur itu tidak akan mengubah fokus bisnis IATA. Emiten itu tengah menyiapkan pengembangan penerbangan berjadwal dengan layanan medium class.
Penerbangan berjadwal IATA direncanakan mulai beroperasi pada November 2012. IATA telah menyiapkan dua unit pesawat Airbus 319 untuk melayani penerbangan komersial tersebut.
IATA akan terbang berjadwal, antara lain ke Medan, Padang, Batam, Makassar, Denpasar, dan Balikpapan. Kini, IATA menjalani penerbangan berjadwal yang berbasis di Pontianak, Kalimantan Barat. Tujuan penerbangannya antara lain, Sintang, Ketapang, Pangkalan Bun, Solo, dan Yogyakarta. "Kami akan menambah beberapa rute," ujar Syafril Nasution, Chief Executive Officer (CEO) IATA.
Sekarang ini, armada IATA terdiri dari 17 unit pesawat. Perinciannya, sebanyak enam unit pesawat rotary wing dan sebelas unit pesawat fixed wing. Upaya ekspansi mendesak dilakukan anak usaha MNC Group itu, demi mengejar pertumbuhan kinerja sesuai dengan target.
Apalagi, kinerja IATA hingga semester I lalu masih buruk. Perseroan merugi hingga Rp 32,66 miliar, per 30 Juni 2012. Nilai kerugian IATA itu lebih tinggi daripada periode sama di tahun sebelumnya, yaitu Rp 18,3 miliar.
Kerugian yang diderita IATA tidak terlepas dari besarnya beban usaha yang harus ditanggung perseroan. Di semester I, beban usaha IATA Rp 150,59 miliar.
Ditambah kerugian akibat selisih kurs senilai Rp 6,21 miliar. Akibatnya, beban IATA membengkak dari Rp 715,91 juta menjadi Rp 18,31 miliar.
Sedang di periode yang sama, pendapatan IATA hanya sebesar Rp 133,02 miliar. Alhasil, kerugian pun harus ditanggung oleh IATA.
Saham berkode IATA ditutup menguat 3,85% menjadi Rp 54 per saham, kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News