kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hati-hati, pasokan timah bisa naik


Kamis, 09 Februari 2017 / 09:06 WIB
Hati-hati, pasokan timah bisa naik


Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Harga timah masih dibayangi sentimen negatif. Selama sepekan terakhir, harga komoditas ini sudah merosot sekitar 3,91%. Tapi kemarin (8/2), per pukul 13.15 WIB, harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange menguat 0,75% menjadi US$ 19.072 per metrik ton.

Tapi, menurut Direktur Garuda Berjangka Ibrahim, penguatan tersebut hanya sekadar penyesuaian pasca harga timah terkoreksi tajam. Selasa (7/2) lalu, harga timah ditutup di level terendahnya sejak September 2016. Sehingga pelaku pasar melakukan aksi bargain hunting, yang menopang kenaikan harga.

Kementerian Perdagangan Indonesia juga melaporkan ekspor timah Indonesia di Januari lalu naik menjadi 6.963,7 ton. Artinya permintaan timah global masih cukup baik.

Tapi harga timah masih bisa kembali melemah. Sebab, muncul spekulasi China akan menghapus bea ekspor timah sebesar 10% tahun ini. Tiongkok sudah memberlakukan aturan tersebut sejak 2008.

Sampai saat ini memang belum ada konfirmasi resmi dari pemerintah Negeri Tirai Bambu tersebut mengenai penghapusan ini. Namun pengenaan bea ekspor timah tidak lagi dicantumkan dalam daftar pajak ekspor komoditas China 2017 yang diumumkan baru-baru ini.

Jika bea ekspor benar-benar dihapus, maka suplai timah di pasaran akan makin banyak dan harga bisa turun. "Saat ini faktor tersebut ikut membayangi pergerakan harga, walau sifatnya masih spekulasi" tutur Ibrahim.

Selain itu, pelaku pasar mengkhawatirkan perkembangan kondisi politik di kawasan Eropa. Ada kemungkinan Prancis bakal menyusul Inggris keluar dari Uni Eropa, istilah bekennya Frexit.

Maklum, kandidat Presiden Prancis yang cukup populer, Marine Le Pen, gencar menyerukan pemisahan dengan Uni Eropa. "Beberapa negara lain di Eropa juga akan melangsungkan pemilu dan membuat situasi politik di Eropa memanas," imbuh Ibrahim.

Hal ini membuat kurs dollar AS naik. Penguatan dollar AS juga ditopang kebijakan kontroversial Donald Trump. Ini menyebabkan kondisi politik dan ekonomi global tidak stabil. Efeknya, pelaku pasar cenderung beralih ke aset safe haven dan meninggalkan aset berisiko, seperti komoditas.

"Hingga penutupan perdagangan pekan ini bukan tidak mungkin harga timah masih akan terpapar koreksi," kata Ibrahim menganalisa. Apalagi, stok timah di LME tercatat naik 11% di awal Februari 2017 menjadi 4.655 ton.

Tapi, jika berkaca dari fundamental jangka menengah, Ibrahim memperkirakan harga timah hingga tengah tahun 2017 masih bisa menguat dan bergerak ke US$ 22.000-US$ 23.000 per metrik ton. Dengan syarat, permintaan dari China dan AS stabil, serta defisit timah di pasar global masih berlanjut.

Dari sisi teknikal harian, moving average dan bollinger band berada 20% di atas bollinger bawah, mendukung pelemahan lanjutan. Ini sejalan dengan RSI level 70% negatif. Sedang stochastic level 50% masih cenderung bergerak flat. Garis moving average convergence divergence (MACD) di area 60% positif mendukung harga naik.

Ibrahim memperkirakan harga timah Kamis (9/2) akan bergerak antara US$ 18.930-US$ 19.150 per metrik ton. Dalam sepekan ke depan, harga diprediksi bergerak di kisaran US$ 18.500-US$ 19.300 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×