Reporter: Dina Farisah | Editor: Sofyan Hidayat
JAKARTA. Harga timah terperosok dalam dua pekan terakhir. Namun data pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China yang positif berpotensi mengerek harga timah dalam jangka pendek. Harga juga bisa terangkat jika konflik geopolitik di Ukraina semakin memanas.
Mengutip Bloomberg, Jumat (18/7), harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) berada di level US$ 22.100 per metrik ton. Harga turun 0,11% dibanding hari sebelumnya. Timah tergelincir 2,9% dalam dua pekan terakhir.
Ibrahim, analis dan Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka mengatakan, harga timah berpotensi naik terbatas dalam jangka pendek. PDB China kuartal II-2014 menunjukkan angka positif 7,5% atau lebih baik dari estimasi 7,4%. Ini memberikan sentimen positif bagi timah. Namun, efeknya hanya sementara. Secara jangka panjang, timah masih dibayangi tekanan yang berasal dari prediksi Goldman Sachs yang mengatakan bahwa kebutuhan terhadap komoditas akan melambat pada tahun 2015-2016. “Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan masih akan mengalami perlambatan. Kondisi ini dikhawatirkan mengurangi permintaan terhadap komoditas, termasuk timah,” jelas Ibrahim.
Di sisi lain, lanjut Ibrahim, harga timah masih kesulitan naik karena stok di negara produsen seperti Indonesia masih cukup banyak. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 32, ekspor timah batangan diwajibkan melalui bursa. Nantinya, ekspor timah dalam bentuk lain atau soldier juga akan diwajibkan melalui bursa. Diperkirakan, stok semakin menumpuk pada kuartal IV-2014. Aturan ini bertujuan untuk menekan ekspor timah ilegal yang tidak jelas asal usulnya.
Meskipun masih dalam tren penurunan, harga timah bisa melambung apabila tensi geopolitik di Ukraina kembali mencuat. Setelah konflik sempat mereda, kabar terbaru, Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa akan menjatuhkan sanksi tambahan terhadap Rusia terkait penembakan pesawat Malaysia Airlines oleh pemberontak pro Rusia.
Namun, belum ada kepastian sanksi apa yang akan diberikan. Uni Eropa tampak berhati-hati dalam menjatuhkan sanksi. Sebab, Uni Eropa sangat bergantung pada Rusia sebagai pemasok komoditas. Apabila sanksi berkaitan dengan embargo, maka Rusia sebagai penghasil komoditas tidak dapat mengekspor nikel, tembaga, minyak mentah, timah dan gas. “Ketegangan geopolitik berpotensi menguatkan harga. Namun hal ini belum didukung secara teknikal,” imbuhnya.
Secara teknikal, pergerakan harga relatif downtrend. Hal itu ditunjukkan oleh bollinger band yang berada 70% di atas bollinger bawah. Moving average juga berada 70% di atas bollinger bawah. Baik bollinger band dan moving average memperlihatkan timah belum mampu menanjak.
Indikator lainnya yaitu moving average convergence divergence (MACD) berada 60% dengan pergerakan negatif. Stochastic berada 70% di area positif. Sementara relative strength index (RSI) berada 60% di zona positif. Tiga indikator menunjukkan pergerakan turun. Dan dua indikator lainnya mendukung kenaikan timah.
Ibrahim bilang harga timah masih dibayangi tekanan. Dalam sepekan ke depan, timah akan bergerak di kisaran US$ 22.000-US$ 22.180 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News