Reporter: Sunarti Agustina, Cindy Silviana Sukma | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Komoditas tembaga sedang dalam tekanan. Spekulasi pemangkasan stimulus moneter di Amerika Serikat (AS) oleh The Federal Reserve (The Fed) menjadi salah satu penyebabnya. Pasar khawatir tapering stimulus moneter ini akan makin mengurangi permintaan komoditas logam industri ini.
Harga tembaga untuk pengiriman tiga bulan, Jumat (13/9) di Comex, turun 0,26% menjadi US$ 7.041 per ton dibanding sehari sebelumnya. Dalam sebulan, harga tembaga telah terkoreksi sebesar 2,90%.
Wahyu Tribowo Laksono, analis SoeGee Furtures mengatakan, pelemahan harga tembaga terseret penurunan harga komoditas logam lainnya. Sinyal pemulihan ekonomi di China belum mampu mengangkat harga tembaga.
Sebab, saat ini pasar lebih menanti data-data ekonomi yang akan dirilis dalam Federal Open Market Committee (FOMC) serta kebijakan keberlangsungan stimulus moneter di AS. Sebuah survei menunjukkan, The Fed kemungkinan akan memangkas jumlah quantitative easing berupa pembelian obligasi (QE) sebesar US$ 10 miliar pada rapat pekan ini.
Pergerakan harga komoditas ini akan terpengaruh dari hasil FOMC yang berlangsung pertengahan pekan ini. Namun, jika dilihat secara fundamental pertumbuhan ekonomi global yang perlahan membaik, kemungkinan harga komoditas termasuk tembaga akan kembali menguat. "Ketika ekonomi global membaik, tidak menutup kemungkinan permintaan akan bertambah, ini saat terjadinya penguatan harga tembaga," ujar Wahyu.
Juni Sutikno, analis Philip Futures Indonesia mengatakan, hingga The Fed memberi kepastian kepada pasar di pekan ini, harga tembaga akan cenderung terus tertekan. Sebagian besar komoditas logam mulia dan logam industri sedang dalam tren bearish seiring sikap investor yang masih wait and see terhadap kebijakan stimulus moneter AS.
Secara teknikal, indikator moving average convergence divergence (MACD) berada di area negatif yaitu di level -26,27. Indikator stochastic terus bergerak turun, menuju area negatif di level 21,15. Adapun, indikator relative strength index (RSI) juga cenderung turun, walau sedang berada di level moderat 30. Indikator-indikator di atas menunjukkan harga berpotensi koreksi.
Jika terjadi golden crossing antara moving average (MA) 50 dan MA 100, seharusnya ada peluang naik bagi harga tembaga. Namun, sebaliknya, bila harga tidak crossing dalam sepekan ini, proyeksi harga tembaga akan cenderung negatif. Juni memprediksikan, selama sepekan ke depan, harga tembaga berpotensi menguji ke level atas US$ 7298,75 per ton dan support berada di level US$ 6.734,64 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News