Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sempat menguat di awal pekan, harga nikel tidak mampu mempertahankan penguatannya. Pelaku pasar tengah mengantisipasi langkah yang akan diambil Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve. Lesunya ekonomi China turut membenamkan harga komoditas ini.
Mengutip Bloomberg, Rabu (16/9) pukul 13.05 WIB, harga nikel pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) merosot 2,05% menjadi US$ 9.888 per metrik ton dibanding hari sebelumnya.
Andri Hardianto, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures, mengatakan, harga logam industri masih sulit menguat di tengah lesunya aktivitas industri global. Data output industri China yang merosot memberi sinyal bahwa permintaan nikel belum akan membaik dalam waktu dekat. “Belum ada katalis positif yang bisa mendongkrak harga,” kata Andri.
Data Biro Statistik Nasional China menunjukkan pertumbuhan hasil produksi perusahaan China pada Agustus hanya 6,1%, di bawah prediksi 6,3%. “Tidak hanya China, pertumbuhan produksi industri AS juga turun,” imbuh Andri.
Pertumbuhan produksi industri AS di Agustus cuma 0,4%, turun dari sebelumnya sebesar 0,9%. Sekadar informasi, nikel dipergunakan sebagai bahan baku industri, pembangunan gedung dan pembangkit listrik. Apalagi sejak awal September hingga jelang pengumuman hasil Federal Open Market Committee (FOMC) meeting, pelaku pasar memilih menempatkan aset di dollar AS.
Hal ini juga ikut melambungkan nilai tukar dollar AS. Efeknya, harga jual komoditas pun semakin tergerus. “Melihat permintaan yang sepi, maka wajar jika harga nikel terus tergerus,” papar Andri. Peluang harga nikel terkoreksi hari ini masih besar.
Pelaku pasar menanti pemulihan ekonomi global yang bisa mendorong harga nikel. Salah satunya adalah dimulainya stimulus pengerjaan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah China dan akan digelontorkan di kuartal empat senilai 70 miliar yuan. Jika stimulus China berjalan optimal, harga nikel akan terangkat di 2016. Andri menghitung di akhir tahun ini harga akan bergulir di US$ 9.000 per metrik ton.
“Jadi tekanan turun nikel memang masih lebih besar,” ujar Andri. Secara teknikal, harga bergerak di bawah moving average (MA) 50 dan 100 mengindikasikan penurunan lanjutan. Garis moving average convergence divergence (MACD) dan stochastic bergerak wait and see.
Hanya saja relative strength index (RSI) yang masih turun dan membentuk pola sell. Andri menganalisa harga nikel pada hari ini akan bergulir di kisaran US$ 9.700–US$ 10.000 per metrik ton. Sedang sepekan ke depan nikel akan bergerak antara US$ 9.500–US$ 10.000 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News