Reporter: Namira Daufina | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Setelah rally harga selama lima hari beruntun hingga Senin (12/10) lalu, harga nikel terjegal oleh merosotnya impor dan inflasi China September 2015 yang terperosok.
Begitu pun, penurunan harga masih terjaga karena adanya harapan genjotan stimulus dari China yang bisa mendongkrak permintaan. ?
Mengutip Bloomberg, Rabu (14/10) pukul 3.41 pm Shanghai, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange ditutup merosot 0,09% ke level US$ 10.380,72 per metrik ton dibanding hari sebelumnya.
Penurunan sudah memasuki hari kedua. Namun dalam sepekan harga telah melambung 2,70%.
Ibrahim, Analis dan Direktur PT Komoditi Ekuilibrium Berjangka menuturkan efek dari data impor China yang negatif tersebut memang besar terhadap harga nikel.
Sebabnya, jika impor menurun itu artinya pasokan nikel di pasar global masih akan menggembung. ?
Laporan resmi pemerintahan China, impor September 2015 menukik tajam 17,7% dibanding Agustus 2015 atau merosot 20,4% dibanding September 2014.
Level impor ini terendah sejak enam tahun terakhir.
Tidak hanya itu, data inflasi September 2015 turun dari 2,0% menjadi 1,6% dibanding september 2014 serta PPI periode yang sama juga stagnan di level minus 5,9%.
“Efeknya bisa membuat harga nikel tertahan sepanjang sisa minggu ini,” duga Ibrahim.?
Memang penguatan ini cukup terjaga.
Pasalnya dalam sepekan terakhir harga nikel sempat melesat signifikan 7,03% selama lima hari.
Salah satu yang menjaga harga adalah laporan dari Nickel Asia Corporation yang berhasil membukukan penjualan nikel sebesar 15,96 juta metrik ton sepanjang periode Januari – September 2015 atau naik 12% dibanding periode yang sama di tahun 2014 lalu.
Selain memamg belum adanya sinyal lanjutan dari The Fed akan peluangnya menaikkan suku bunga atau sajian data ekonomi yang berpengaruh juga ikut menjaga harga.
“Selama pasar pesimis, harga komoditas akan tetap terjaga dan punya celah rebound,” ujar Ibrahim.?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News