kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga minyak WTI bisa kembali ke US$ 60, ini syaratnya


Rabu, 09 Oktober 2019 / 21:34 WIB
Harga minyak WTI bisa kembali ke US$ 60, ini syaratnya
ILUSTRASI. Rabu (9/10) pukul 19.40 WIB, harga minyak jenis WTI menguat 1,29% di level US$ 53,31 per barel. REUTERS/Christian Hartmann/File Photo


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Banyaknya tekanan dari berbagai sentimen, pergerakan harga minyak dunia punya tantangan berat untuk bisa kembali ke level US$ 60 per barel di sisa 2019. Sebaliknya, peluang harga menuju level US$ 50 per barel justru cukup terbuka saat ini. 

Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Rabu (9/10) pukul 19.40 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman November di New York Mercantile Exchange (Nymex) tercatat menguat 1,29% di level US$ 53,31 per barel.

Analis Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mengakui, meskipun perdagangan hari ini harga minyak menguat, pergerakannya masih dalam tren penurunan. Alasan utamanya, karena prospek pertumbuhan ekonomi global yang melambat. 

Baca Juga: Harga minyak masih berpeluang tertekan hingga akhir tahun

"Kondisi perlambatan ekonomi ini sudah diperkirakan dari beberapa bulan lalu bahkan dari tahun lalu. Ini sesuai dengan prospek ekonomi yang digambarkan IMF," jelas Yudi kepada Kontan.co.id, Rabu (9/10).

Selain itu, ketegangan sentimen perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China juga menjadi sentimen kuat yang menekan harga minyak sampai saat ini. Ditambah lagi kondisi Timur Tengah yang cenderung berubah-ubah dalam menghadapi ketegangan geopolitik.

Belum lagi, pertengahan September lalu harga minyak sempat menguat sesaat akibat perusahaan minyak milik Arab Saudi, Saudi Aramco diserang 10 drone. Alhasil. produksi minyak di Arab Saudi anjlok 5,7 juta barel per hari atau sekitar 50% dari total produksi Negeri Raja Minyak tersebut. 

"Overall kami masih melihat harga masih akan berada di level rendah, karena potensi ekonomi global yang melambat membuat permintaan minyak juga rendah," ungkapnya. 

Baca Juga: Harga nikel masih berpotensi menguat hingga akhir tahun

Adapun laporan mengenai naiknya produksi minyak mentah AS sebanyak 1,27 juta barel per hari pada 2019 ke level 12,26 juta barel per hari bersifat sentimentil atau menekan harga minyak sesaat. Namun secara keseluruhan  bertambahnya jumlah cadangan juga akan berdampak pada harga minyak.

Hingga akhir tahun, harga minyak diprediksi berada di level US$ 58 per barel, dengan catatan negosiasi AS dan China menunjukkan sinyal perbaikan. Tapi, jika yang terjadi sebaliknya maka harga minyak berpotensi semakin tertekan dan terbuka untuk berada di bawah level US$ 50 per barel, ketika kondisi semakin rumit.

Secara teknikal, pergerakan harga minyak cenderung masih mixed. Indikator moving average (MA)100 dan MA200 masih bergerak di atas harga sehingga potensi penurunan terbuka. Sedangkan untuk indikator MACD menunjukkan ke level terendah.

Baca Juga: Survei BI: Tekanan harga tiga bulan ke depan meningkat, penjualan eceran menurun

Indikator stochastic berada di area 85,59 yang mengindikasikan sinyal overbought. Selanjutnya, indikator RSI berpotensi naik dengan berada di level 71,16. Yudhi menyarankan beli saat harga berada di level US$ 50 per barel.

"Untuk bisa kembali ke US$ 60 per barel di sisa 2019 memungkinkan, dengan syarat OPEC bakal memangkas produksinya, perang dagang AS dan China selesai dan masuk babak baru, serta ekonomi global membaik. Semuanya tercapai, baru harga bisa ke level US$ 60 per barel," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×