kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Harga minyak turut menyeret batubara


Kamis, 12 Januari 2017 / 09:30 WIB
Harga minyak turut menyeret batubara


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Harga batubara melemah seiring dengan penurunan harga minyak dunia. Dalam jangka pendek, harga masih rawan koreksi. Pada perdagangan Selasa (10/1), harga batubara kontrak pengiriman Februari 2017 di ICE Futures Europe tergerus 0,67% dibanding sehari sebelumnya jadi US$ 80,60 per metrik ton.

Dalam sepekan terakhir, harga batubara terjun 10,20%. Harga batubara melemah sejalan dengan penurunan harga minyak dunia. Harga minyak turun lantaran belum semua negara anggota OPEC menjalankan komitmen memangkas produksi minyaknya.

Di lain pihak, produsen minyak di Amerika Serikat (AS) justru kembali menaikkan produksinya. Selain itu, harga batubara sendiri sudah naik cukup tinggi. "Penurunan harga batubara tergolong wajar, apalagi ketika harga sudah cukup tinggi," ujar Ibrahim, Direktur Utama Garuda Berjangka.

Permintaan batubara di musim dingin sebenarnya dapat mendorong harga kembali naik. Apalagi, musim dingin juga menghambat proses transportasi batubara. Tapi stok di negara konsumen sudah mencapai puncak, akibat peningkatan stok jelang musim dingin.

Meski demikian, Ibrahim melihat harga batubara masih bisa menguat. China masih membutuhkan batubara sebagai bahan pembangkit listrik dan bahan bakar industri. Isu polusi udara di China memang membuat permintaan cenderung turun.

Tapi di saat yang sama, China juga mengurangi produksi batubara. Salah satunya dilakukan oleh produsen batubara di provinsi Shanxi. Kebutuhan batubara Amerika Serikat (AS) dan Eropa juga tetap tinggi.

"AS di bawah kepemimpinan Donald Trump kemungkinan akan menaikkan konsumsi batubara," lanjut Ibrahim.

Tapi dalam jangka pendek, pasar lebih fokus pada pergerakan harga minyak, gas alam dan dollar AS, sehingga harga masih bisa turun.

Sementara Wahyu Tri bowo Laksono, analis Central Capital Futures, mengatakan, pergerakan harga batubara mirip dengan minyak. Tetapi harga batubara mendapat sentimen positif dari langkah pengendalian harga yang dilakukan pemerintah China.

Ketika harga turun, China membatasi jam kerja operasional sehingga produksi batubara berkurang. Tetapi, pembatasan jam kerja kembali dilonggarkan saat harga mulai naik signifikan. "Harga batubara memang terkoreksi, tetapi belum anjlok," kata Wahyu.

Bersamaan dengan itu, produksi batubara Australia yang semula dikurangi juga kembali normal setelah terjadi kenaikan harga. Secara teknikal, Wahyu bilang, harga batubara di bawah moving average (MA) 50 tetapi di atas MA100 dan MA200. MACD berada di area negatif 4,51. Lalu stochastic turun di level 35,18% dan relative strength index (RSI) melemah di level 42,01%.

Hari ini (12/1), Wahyu prediksi harga batubara akan melemah dan bergerak di kisaran US$ 79,2–US$ 82,4 per ton. Sepekan ke depan, harga akan bergerak antara US$ 75–US$ 87 per ton.

Ibrahim memprediksi, harga batubara hari ini akan naik ke kisaran US$ 80,5–US$ 81,1 ton. Harga akan bergerak di kisaran US$ 79–US$ 81,5 per ton sepekan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×