Reporter: Dimas Andi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten-emiten di sektor energi, khususnya penambangan minyak, harus segera berbenah agar tren penurunan harga minyak mentah dunia tidak menggerus kinerja keuangannya di akhir tahun nanti.
Sekadar catatan, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange berada di level US$ 60,21 per barel pada perdagangan Jumat (9/11) lalu. Ini merupakan posisi terendah sejak Maret 2018.
Setali tiga uang, tren penurunan juga terjadi pada minyak jenis Brent di ICE Futures yang pada Jumat lalu bertengger di level US$ 70,18 per barel. Posisi ini merupakan yang terendah sejak Agustus 2018.
Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia, Bertoni Rio menyampaikan, tren penurunan harga minyak dunia biasanya akan memicu emiten untuk melakukan pemangkasan belanja modal, terutama yang ditujukan untuk keperluan ekspansi.
“Emiten juga perlu melakukan efisiensi terhadap beban operasional yang tidak diperlukan,” ujar dia, Jumat lalu.
Di samping efisiensi, emiten-emiten minyak juga bisa melakukan diversifikasi bisnis untuk mengantisipasi dampak penurunan harga minyak dunia di kemudian hari.
Firman Hidayat, Analis NH Korindo Sekuritas memberi contoh pada PT Medco Energi International Tbk. Emiten berkode MEDC diekspektasikan bisa meningkatkan porsi bisnis non-migasnya hingga 24% dari total pendapatan. Adapun hingga semester pertama lalu, komposisi pendapatan MEDC terdiri dari 80% bisnis migas dan 20% bisnis non-migas.
Upaya meningkatkan kinerja lini bisnis sekunder juga bisa dilakukan oleh emiten di sektor minyak, misalnya oleh PT Elnusa Tbk (ELSA). Apalagi, perusahaan ini bersifat terintegrasi di bidang jasa migas baik hulu, hilir, serta penunjang sehingga memiliki lini bisnis yang cukup beragam.
“Tingkat pengaruh harga minyak terhadap kinerja keuangan bisa saja berbeda-beda atau bahkan saling berkebalikan di masing-masing segmen bisnis ELSA,” ungkap Firman.
Ia sendiri menjagokan MEDC sebagai emiten minyak yang berpotensi meraih kinerja memuaskan di akhir tahun nanti. Hal tersebut didukung oleh margin profitabilitas yang mencapai 7,68% pada semester pertama lalu, lebih tinggi dari ELSA dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) masing-masing sebesar 4,87% dan 1,59%.
Firman merekomendasikan beli saham MEDC dengan target Rp 1.025 per saham.
Sebaliknya, Bertoni memilih ELSA sebagai emiten yang memiliki prospek kinerja paling baik di tengah penurunan harga minyak dunia. Terlebih lagi, valuasi ELSA tergolong murah dengan PER 8,95x. Ia merekomendasikan beli saham ELSA dengan target Rp 410 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News