Reporter: Agus Triyono | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Harga minyak mentah dalam tekanan. Data ekonomi China yang negatif serta belum adanya kesepakatan antara Partai Republik dan Partai Demokrat untuk menaikkan batas atas utang di Amerika Serikat (AS), membuat harga komoditas ini terkoreksi.
Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) di Nymex, Selasa (15/10) pukul 13.45 WIB, turun 0,22% menjadi US$ 102,18 per barel dibanding harga sehari sebelumnya. Dalam sepekan, harga minyak telah melemah sebesar 0,85%.
Data neraca perdagangan China yang dirilis akhir pekan lalu direspon negatif oleh pasar. Tingkat ekspor China di September 2013 turun 0,3% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Angka itu jauh dari perkiraan para analis yang mengharapkan ekspor China, September lalu, bisa tumbuh sebesar 6%.
Di sisi lain, inflasi meningkat ke level tertinggi dalam tujuh bulan terakhir menjadi 3,1%. Ariston Tjendra, analis Monex Investindo Futures mengatakan, data perdagangan China yang masih mengecewakan, telah meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap prospek permintaan minyak global. Ditambah lagi, konflik geopolitik di kawasan Timur Tengah yang mulai mereda, akan membuat harga minyak kembali melandai.
Masih tertekan
Wahyu Tribowo Laksono, analis Megagrowth Futures menambahkan, walau tertekan, pergerakan harga minyak belakangan ini masih cenderung konsolidasi. Pasar masih melakukan aksi tunggu terhadap perkembangan pembahasan anggaran di AS.
Ariston dan Wahyu memperkirakan, tekanan terhadap harga minyak kemungkinan tidak akan berlangsung lama. Pasar optimistis dalam waktu tidak terlalu lama lagi krisis pembahasan anggaran dan penentuan batas utang di AS akan berakhir. Ini akan kembali mengerek harga minyak dunia.
Selain itu, harga minyak juga akan terkerek oleh permintaan yang bakal meningkat pada saat memasuki musim dingin di awal tahun depan. "Pada saat itu minyak akan menguat di kisaran US$ 98-US$ 105 per barel," kata Ariston.
Secara teknikal, Ariston mengatakan, harga minyak dalam sepekan ke depan masih berpotensi tertekan. Ini bisa dilihat dari posisi indikator moving average convergence divergence (MACD) yang berada di area positif.
Tekanan lain juga datang dari stochastic yang berada di level 24,37 dan cenderung bergerak ke bawah. Sementara itu, relative strength index (RSI) berada di level 50,5 kemungkinan besar akan membatasi pelemahan harga minyak. Posisi harga berada di atas moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200 membuka peluang penguatan.
Prediksi Ariston, sepekan ke depan, harga minyak berpotensi melemah di kisaran US$ 98-US$ 104 per barel. Proyeksi Wahyu, harga minyak akan bergerak konsolidasi di kisaran harga US$ 100- US$ 104 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News