Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cadangan pasokan minyak Amerika Serikat (AS) meningkat. Alhasil, harga minyak dunia memasuki tren penurunan.
Mengutip Bloomberg, Jumat (19/10) harga West Texas Intermediate (WTI) di pasar Nymex untuk pengiriman November 2018 tercatat naik 0,68% menjadi US$ 69,12 per barel. Dalam sepekan harga minyak turun 3,11%
Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menilai, penurunan harga minyak saat ini bukan sesuatu hal yang mengejutkan. Deddy mempoyeksikan tren harga minyak hingga akhir tahun akan terus berkonsolidasi di area US$ 66 per barel hingga US$78 per barel.
Namun, dalam sepekan terakhir harga minyak merosot cukup tajam karena pengaruh cadangan minyak AS yang meningkat. Deddy mencatat hingga 5 Oktober 2018, tingkat produksi minyak di AS capai angka tertinggi mencapai 11,2 juta barel per hari. Pasokan minyak dari AS makin menimbun karena sepanjang pekan lalu persediaan minyak AS naik hingga 6,5 juta barel.
Belum lagi, aktivitas pengeboran minyak di AS juga meningkat sebanyak 8 unit.
Rilis data pasokan minyak AS tersebut seakan menutup sentimen lain yang bisa menaikkan harga minyak, yaitu sanki AS ke Iran yang berpotensi menahan pasokan minyak ke pasar global.
Harga minyak Deddy amati bergerak konsolidasi karena pelaku pasar dihadapkan pada situasi yang tidak pasti dan selalu berubah. Deddy mencatat di awal pekan minggu lalu ekspor minyak Iran mencapai 2,4 juta barel per hari. Jumlah tersebut mendekati level tertinggi pada ekspor minyak Iran di April 2018 yang sebesar 2,7 juta barel per hari.
"Data tersebut membingungkan pasar, karena sebelumnya diproyeksikan setelah adanya rencana sanki AS terhadap Iran, maka ekspor minyak Iran ke pasar global hanya akan jadi 1 juta barel per hari," kata Deddy.
Di tengah produksi minyak AS meningkat, di sisi lain data Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) merevisi permintaan minyak global dari 1,6 juta barel per hari menjadi 1,5 juta barel per hari. Hal ini membuat harga minyak masih terkoreksi.
Selain itu, beberapa pekan lalu harga minyak merosot karena juga terpengaruh oleh proyeksi International Monetary Fund (IMF) pertumbuhan ekonomi global yang turun dari 3,9% menjadi 3,7%.
"Kondisi perekonomian global yang diliputi ketidakpastian maka harga minyak masih akan cenderung berfluktuasi," kata Deddy, Jumat (19/10).
Sementara, Analis Global Kapital Investama, Nizar Hilmi menilai penurunan harga minyak saat ini merupakan tahap penyesuaian harga setelah sempat capai level tertinggi dalam empat tahun pada 3 Oktober lalu di US$ 76 per barel.
Hingga saat ini, sanksi AS terhadap Iran baru akan berlaku pada November mendatang. Selama sanksi tersebut belum diterapkan dan dampaknya belum terlihat, Nizar memproyeksian koreksi harga minyak masih akan berlanjut dalam jangka pendek. Namun, untuk jangka panjang tren harga minyak bullish.
"Ke depan tren harga minyak bergantung pada berlakunya sanksi AS ke Iran dan seperti apa dampak yang ditimbulkan, saya rasa koreksi belum selesai," kata Nizar.
Menurut Nizar, koreksi harga minyak masih akan berlanjut. Karena selain cadangan pasokan minyak AS yang naik, jatuhnya pasar saham di AS juga mempengaruhi turunnya harga minyak.
"Kejatuhan pasar saham global juga berpengaruh ke harga minyak, kenapa pasar saham jatuh karena ada kekhawatiran pertumbuhan ekonomi global, ini juga turut mempengaruhi harga minyak," kata Nizar.
Sepekan depan, Deddy memproyeksikan harga minyak masih akan konsolidasi selagi menunggu perkembangan masalah geopolitik AS dan Arab Saudi terkait pembunuhan jurnalis berwarganegara AS. Deddy mengkhawatirkan masalah AS dengan Arab Saudi bisa menambah ketidakpasian geopolitik dan membawa dampak Arab Saudi menghentikan pasokan minyaknya ke AS. Jika pasokan berkurang, harga minyak pun bisa mulai meningkat.
Oleh karena itu Deddy memproyeksikan harga minyak ke depan akan tetap konsolidasi. Untuk perdagangan, Senin (22/10) Deddy perkirakan harga minyak berada di rentang US$ 67,80 per barel hingga US$ 70,00 per barel. Sementara untuk sepekan Deddy proyeksikan harga minyak berada di rentang US$ 66,85 per barel hingga US$ 71,00 per barel.
Deddy merekomendasikan jika harga minyak sentuh US$ 66 per barel maka ada potensi untuk buy.
Sementara, Nizar memproyeksikan harga minyak di perdagangan Senin (22/10) akan berada di rentang US$ 67,50 per barel-US$ 70,50 per barel. Sementara untuk sepekan harga minyak akan berada di rentang US$ 66,00 per barel-US$ 73,00 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News