Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tren bearish harga minyak mentah membawa berkah bagi PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Selama ini, bahan bakar menyumbang beban signifikan terhadap GIAA. Dengan melemahnya harga minyak, beban bahan bakar GIAA menyusut.
Mengutip Bloomberg, Selasa (26/1) pukul 14:30 WIB, harga minyak WTI pengiriman tiga bulan di New York Merchantile Exchange turun 2,4% ke US$ 29,6 per barel. Bahkan di awal tahun ini harga minyak sudah anjlok 22%.
Thennesia Debora, analis BNI Securitas, menilai, kontribusi bahan bakar terhadap total beban GIAA mencapai 30%-40%. Dengan demikian, penurunan harga minyak berdampak positif bagi GIAA.
"Ini salah satu faktor yang bisa menopang kinerja perseroan tahun ini," kata dia kepada KONTAN, Selasa (26/1).
Thennesia memprediksi biaya bahan bakar GIAA tahun ini menyusut 25%. Franky Rivan, analis Daewoo Securities Indonesia, juga menilai, penurunan harga minyak mendorong GIAA. Sebab, harga avtur akan menyusut mengikuti harga minyak.
Tahun ini menjadi masa-masa menarik bagi Garuda. Dia bilang, langkah PT Pertamina memangkas harga avtur di bandar udara Soekarno-Hatta sebesar 5% bisa menghemat bahan bakar GIAA. Sebab, 50%-60% pesawat Garuda dilayani di bandara itu.
Franky memperkirakan, GIAA bisa menghemat beban bahan bakar US$ 20 juta hanya dari bandara Soekarno-Hatta setelah penurunan harga avtur. Sepanjang Januari-September 2015, biaya bahan bakar berkontribusi 29% terhadap total beban GIAA.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee juga berpendapat, penurunan harga minyak akan mendorong kinerja GIAA pada tahun ini. Kendati demikian, Hans dan Thennesia mengingatkan, penurunan harga minyak bisa berdampak negatif secara tak langsung bagi perseroan.
Jika harga minyak terus merosot, maka akan merembet ke harga komoditas lain dan bisa menghambat ekonomi Indonesia. "Jika ekonomi melambat, minat orang bepergian akan turun," ujar Hans.
Tapi ia melihat, efek negatif itu tak besar. Ketiga analis sepakat, tantangan utama GIAA tahun ini adalah pergerakan nilai tukar. Jika nilai tukar bergejolak, maka bisa menekan kinerja GIAA karena sebagian besar pengeluarannya menggunakan dollar AS, sementara pendapatan lebih banyak dalam rupiah.
Franky bilang, hampir 70% pengeluaran GIAA menggunakan dollar AS dan penerimanaan rupiah mencapai 60%. Sehingga ketika valuta bergejolak, maka akan berdampak negatif pada kinerja Garuda.
Hans memperkirakan tahun ini nilai tukar cenderung stabil. Oleh karena itu, prospek GIAA cukup positif. Dia menargetkan pendapatan GIAA di 2016 tumbuh 15% dan laba bersihnya naik 10%.
Thennesia juga memprediksi, kinerja GIAA tahun ini positif, antara lain ditopang koreksi harga minyak, restrukturisasi serta penambahan rute baru. Dia memperkirakan, laba bersih GIAA di 2015 senilai US$ 78 juta dan tahun ini berpotensi tumbuh 11% menjadi US$ 87 juta.
Thennesia dan Hans menyarankan buy GIAA dengan target masing-masing Rp 425 dan Rp 490 per saham. Analis Maybank Kim Eng, Anthony Lukmawijaya juga merekomendasikan buy dengan target Rp 450. Harga GIAA kemarin di posisi Rp 365 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News