Reporter: Yuliani Maimuntarsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga minyak mentah atau West Texas Intermediate (WTI) dan Brent terus tergerus hingga menyentuh level terendah selama lebih dari 17 bulan terakhir sebelum laporan yang yang menunjukkan stok minyak mentah naik di AS dan imbas dari penguatan dollar AS. Maklum, AS merupakan konsumen terbesar minyak di dunia.
"Permintaan lemah, dan OPEC telah memproduksi di atas level 30 juta barel, sehingga pasokan melimpah," kata David Lennox, seorang analis sumber daya di Fat Prophets di Sydney.
Mengutip Bloomberg, Rabu(8/10) hingga pukul 16.00 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) pengiriman November 2014 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) turun 1,22% dibanding hari sebelumnya menjadi US$ 87,76 per barel. Bahkan sebulan terakhir, harga sudah terpangkas 4,66%. Dan harga sudah tergerus 15,4% jika dibandingkan level tertingginya Juni 2014.
Sementara, Brent untuk pengiriman Desember turun sebanyak 1,09% dari hari sebelumnya menjadi US$ 91,56 per barel di London berbasis ICE Futures Europe exchange. Bahkan sebulan terakhir minyak sudah tertekan 9,80%.
Analis PT Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra, mengatakan harga minyak saat ini mendekati level terendahnya bulan April 2013 yang menyentuh level US$ 85,91 per barel.
Ariston bilang, tertekannya harga minyak merupakan imbas dari penguatan dollar AS yang berpotensi mempercepat kenaikan tingkat suku bunga. "Nanti malam ada FOMC Meeting Minutes, jika diskusinya dovish maka ada peluang harga minyak rebound," kata Ariston.
Selain itu, menurunnya harga minyak juga karena laporan proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi global tahun depan yang sebelumnya di prediksi 4%, namun di ralat menjadi 3,8%. "Perlambatan perekonomian berpengaruh karena permintaan yang sudah pasti berkurang," ujarnya.
Dan, meredanya permasalahan geopolitik di Ukraina juga di Timur tengah menjadi sentimen negatif untuk harga minyak. Apalagi nanti malam Energy Information Administration (EIA) akan merilis cadangan minguan sepekan terakhir yang diprediksi naik 2,1 juta barel, angka ini lebih tinggi dibanding sebelumnya berkurang 1,4 juta barel. "Jika sesuai ekspektasi maka harga minyak akan terus turun karena cadangan yang melimpah," tambahnya.
Sepekan kedepan, Ariston bilang harga minyak masih akan bergerak turun, mengingat sepinya sentimen positif yang dapat menggerakkan harga minyak.
Makanya sepekan kedepan, Ariston memprediksi harga minyak akan berada di level US$ 85-90,5 per barel. Namun, hingga akhir tahun Ariston meramal minyak akan berada di level stabil US$ 87 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News