Reporter: Yuliani Maimuntarsih | Editor: Sofyan Hidayat
JAKARTA. Penurunan harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) semakin dalam. Sejauh ini memang belum ada sentimen berarti yang mampu mengerek harga. Justru yang muncul, kekhawatiran terjadinya badai El Nino yang bakal mengganggu produksi CPO sudah mereda.
Mengutip Bloomberg, Jumat (22/8) pukul 15:45 WIB, kontrak pengiriman CPO bulan November 2014 di Malaysia Derivatives Exchange (MDE) sebesar RM 2.016 per metrik ton. Harga tersebut menurun 1,12% dibandingkan hari sebelumnya.
Ini merupakan harga terendah sejak tahun 2009. Selama sepekan, harga CPO tergerus 3,58%. Sedangkan sebulan terakhir, harga terjun hingga 11,46%.
Dari sisi fundamental, Zulfirman Basir, Senior Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, menilai, harga minyak sawit terus tergerus karena sentimen negatif masih dominan. Investor mencemaskan suplai minyak sawit yang melimpah di pasar. Sedangkan kecemasan terhadap ancaman gangguan produksi akibat badai El Nino tidak terbukti.
Di sisi lain, investor juga khawatir dengan outlook produksi kedelai dunia yang dapat mencetak rekor, sehingga dapat menggerogoti permintaan minyak sawit. "Maklum, kedelai merupakan produk substitusi palm oil untuk bio energi dan produksi makanan," katanya.
Penguatan nilai tukar rupiah dan ringgit menggerogoti harapan membaiknya ekpor Malaysia dan Indonesia yang merupakan produsen CPO terbesar di dunia. Data Intertek menunjukan ekspor minyak sawit Malaysia pekan lalu menurun 5,39% menjadi 822.026 ton. Ini menegaskan kinerja ekpor masih suram.
Sementara Dian Agustina, analis MNC Securitiesm bilang, awalnya badai El Nino diperkirakan terjadi di bulan Juli, eh, ternyata meleset. Padahal, India dan Tiongkok sudah meningkatkan stok CPO sebagai antisipasi jika terjadi gangguan suplai. "Sekarang harga masih jatuh karena berkurangnya permintaan yang berasal dari kedua negara tersebut," ujar Dian.
Permintaan yang berkurang, sedangkan produksi minyak terus berjalan mengakibatkan harga jatuh. Beberapa negera importir mengalihkan penggunaan CPO ke minyak kedelai. "Harga minyak kedelai yang lebih murah mengakibatkan importir lebih memilih kedelai ketimbang CPO," ujar Dian.
Pelemahan harga CPO ini juga terjadi karena perlambatan Ekonomi China. Pekan ini, data HSBC Flash Manufacturing PMI Tiongkok di bulam Juli sebesar 50,3. Angka ini lebih rendah dibandingkan ekspektasi analis 51,5 dan lebih rendah dari bulan sebelumnya 51,7. "Dengan melambatnya perekonomian China, maka China semakin mengurangi permintaan CPO," kata Dian.
Masih bearish
Zulfirman menambahkan, investor terlihat waspada menjelang simposium Jackson Hole. Sejumlah petinggi bank sentral dunia termasuk Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Jepang (BoJ) dijadwalkan memberikan pidato tentang petunjuk outlook kebijakan moneter global.
Ini mungkin dapat memberikan sentimen baru karena kebijakan moneter global dapat memengaruhi outlook ekonomi dunia termasuk permintaan minyak sawit. "Investor nanti malam," tambah Zulfirman.
Secara teknikal, Zulfirman menilai minyak sawit masih bearish dan diprediksi dapat melanjutkan pelemahan dengan target penurunan ke RM 2.000 dan posisi stop-loss di RM 2.080.
Pada grafik harian, penuurunan indikator moving average convergence divergence (MACD) dapat menyediakan ruang penurunan lanjutan. CPO masih bearish karena diperdagangkan di bawah moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200.
Jika harga gagal turun lebih dalam dapat memicu aksi bargain hunting. "Tetap waspadai aksi bargain-hunting terutama dengan indikator stochastic dan relative strength index (RSI) yang berada di area oversold," tandasnya.
Zulfirman bilang, CPO mungkin akan diperdagangkan di kisaran RM 2.020 hingga RM 2.070 sepekan ke depan. Hingga akhir tahun, harga CPO bakal kembali menyentuh level RM 2.115 per metrik ton.
Dian mengatakan, harga CPO masih akan merepresentasikan minimnya permintaan komoditas ini. Dian memprediksi harga CPO akan berada di level RM 2.000-2.050 per metrik ton sepekan ke depan.Namun hingga akhir tahun, harga CPO masih berpeluang menyentuh level RM 2.400 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News