Reporter: Dina Farisah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga minyak tak mampu bertahan pada posisi puncak. Komoditas energi ini kembali turun tangga lantaran kemungkinan OPEC akan mempertahankan output produksi.
Mengutip Bloomberg, Jumat (22/3) kontrak pengiriman minyak bulan Juli di New York Mercantile Exchange berada di level US$ 59,72 per barel. Harga anjlok tajam 1,64% dibanding hari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, harga tergerus 1,35%.
Putu Agus Pransuamitra, Research and Analyst Monex Investindo Futures menjelaskan, pergerakan harga minyak cenderung sideways sejak pekan lalu. Harga bergerak di kisaran US$ 58-US$ 61,50 per barel. Menurutnya, pelemahan harga minyak di akhir pekan dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap kelanjutan penurunan aktivitas pengeboran minyak setelah harga rebound sejak bulan April.
"Baker Hughes melaporkan jumlah rig aktif di AS hanya berkurang satu rig pada pekan ini. Hal ini menandakan penurunan aktivitas pengeboran selama enam bulan akan segera berakhir," ungkap Putu.
Minyak juga tercidera jelang pertemuan OPEC pada 5 Juni mendatang. Kabar yang beredar menyebutkan bahwa OPEC tetap akan mempertahankan output produksi minyak mentah sebesar 30 juta barel per hari. Hal ini sontak di respons negatif oleh Goldman Sach yang memprediksi bahwa harga minyak akan kembali menuju level US$ 45 per barel pada bulan Oktober 2015.
Di sisi lain, tekanan pada minyak juga datang dari China. Seperti diketahui, data manufaktur PMI China masih berada di bawah level 50, yakni 49,1. Ini menegaskan bahwa dalam tiga bulan terakhir, belum ada perbaikan dari aktivitas manufaktur pengguna minyak terbesar kedua dunia tersebut.
Nizar Hilmy, analis PT SoeGee Futures menuturkan, kenaikan harga minyak sudah tersendat. Pelaku pasar tidak akan mengambil posisi menjelang hari libur panjang. Untuk diketahui, pasar AS libur pada Senin (25/5) dalam rangka memperingati Memorial Day. Menurutnya, kenaikan harga hanya akan menguji level US$ 60,25 per barel. Level ini pernah disentuh pada awal Mei.
"Pasar butuh dua alasan untuk mendorong laju minyak, yakni permintaan dan pasokan," terang Nizar.
Nizar masih ragu kenaikan harga minyak akan berlangsung mengingat lesunya permintaan dari China. Sementara dari pasokan, meski cadangan minyak AS berkurang namun pasokan global tetap melimpah. Kondisi ini menghadang reli minyak," ujar Nizar.
Secara teknikal, Putu melihat masih ada ruang penguatan bagi minyak pada grafik harian. Harga berada di atas moving average 50 dan 100. Moving average convergence divergence (MACD) bergerak turun namun masih di area positif 1,4. Indikator stochastic mengarah naik menuju level 54%. Sementara relative strength index (RSI) juga bergerak naik menuju level 59%.
Putu memprediksi, harga minyak sepekan berada di kisaran US$ 56,50-US$ 62,50 per barel. Sementara Nizar menduga harga minyak berada di rentang US$ 57-US$ 61 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News