Reporter: Herlina KD | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kembali menguat pada perdagangan Kamis (13/1) pagi. Pukul 07.05 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari 2022 di New York Mercantile Exchange ada di US$ 82,72 per barel, naik 0,09% dari sehari sebelumnya yang ada di US$ 82,64 per barel.
Harga minyak melanjutkan rally setelah stok minyak AS terkontraksi dan pasar mengetat. Data Energy Information Administration menunjukkan persediaan minyak mentah AS turun 4,6 juta barel pekan lalu menjadi 413,3 juta barel, terendah sejak Oktober 2018.
"Penarikan minyak mentah lebih besar dari yang diharapkan meskipun ada penurunan material dalam aktivitas penyulingan," kata Matt Smith, analis minyak utama untuk Amerika di Kpler, sebuah perusahaan data seperti dikutip Reuters.
Minyak mentah telah melonjak bulan ini karena sinyal bahwa konsumsi global sebagian besar mengatasi pukulan dari varian virus Omicron karena ekonomi utama terus pulih dari pandemi.
Baca Juga: Bagian dari Rencana Divestasi Aset di AS, Exxon Tawarkan Aset Shale Gas di Ohio
Persediaan minyak mentah AS telah turun selama tujuh minggu berturut-turut, dan persediaan secara keseluruhan telah diperketat di seluruh dunia karena produsen utama berjuang untuk meningkatkan pasokan bahkan ketika permintaan meningkat meskipun kasus Omicron meningkat.
OPEC+, masih menahan produksi lebih dari 3 juta barel per hari (bph) sementara ekspor Iran terhambat oleh sanksi AS.
Meskipun OPEC+ menaikkan target produksi setiap bulan, kesulitan teknis telah mencegah beberapa negara mencapai kuota mereka.
Gubernur Federal Reserve AS Jerome Powell mengatakan ekonomi AS harus menghadapi lonjakan COVID-19 saat ini dengan hanya dampak "berumur pendek" dan siap untuk memulai kebijakan moneter yang lebih ketat.
"Dengan asumsi China tidak mengalami pelambatan tajam, bahwa Omicron benar-benar menjadi Omi-gone, dan dengan kemampuan OPEC+ untuk meningkatkan produksi jelas terbatas, saya tidak melihat alasan mengapa minyak mentah Brent tidak dapat bergerak menuju US$ 100 di kuartal I mungkin lebih cepat," kata analis Oanda. Jeffrey Halley.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News