Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak internasional masih terus bergerak naik. Kini para pengamat mulai memprediksi harga minyak berpotensi melaju ke US$ 70 per barel.
Kamis (24/1), harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Maret 2018 sudah mencapai harga US$ 65,61 per barel. Ini merupakan level tertinggi harga minyak WTI sejak Juni 2015. Bila dihitung sejak awal tahun, harga minyak jenis light sweet ini sudah naik 6,75%.
Kenaikan harga minyak kali ini cukup unik. Pasalnya, saat ini stok minyak Amerika Serikat (AS) dikabarkan mengalami kenaikan. The American Petroleum Institute (API) melaporkan, pada pekan yang berakhir 19 Januari kemarin, persediaan minyak mentah AS naik sekitar 4,8 juta barel.
Selain itu, API mencatat persediaan bensin AS juga naik jadi 4,1 juta barel. Hal ini sempat membuat harga minyak kemarin terkoreksi. Namun koreksi tersebut akhirnya tidak bertahan lama.
Penyebabnya, di saat yang sama permintaan minyak juga tumbuh. "Dalam jangka pendek, ada potensi kenaikan harga karena EIA juga melaporkan adanya outlook kenaikan permintaan minyak menjadi 1,5 juta barel per hari," kata Faisyal, analis Monex Investindo Futures, Rabu (24/1).
Apalagi Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 3,9%. Prediksi baru tersebut lebih tinggi 0,20% dari prediksi Oktober 2017. Menurut Faisyal, perbaikan ekonomi global secara tidak langsung bisa mendorong permintaan minyak.
Selain itu, meski stok minyak di AS naik, tetapi jumlah rig aktif di negara ini berkurang. Pada pekan yang berakhir 19 Januari lalu, jumlah rig aktif berkurang sebanyak lima rig menjadi tinggal 747 rig. Hal ini ikut memberi sentimen positif bagi harga minyak.
Selain itu, konflik di Timur Tengah antara Turki dengan pejuang Kurdi juga berpotensi akan melebar. Pelaku pasar khawatir kondisi ini akan mengganggu produksi.
Deddy Yusuf Siregar, analis Asia Tradepoint Futures, menyebut, komitmen negara-negara anggota OPEC dan sekutunya juga menjadi sentimen positif yang mengerek naik harga minyak. Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al Falih dan Menteri Energi Rusia Alexander Novak masih bekerjasama melanjutkan pemangkasan produksi minyak hingga akhir 2018.
"Pernyataan menteri Rusia dan Arab Saudi lebih direspons pelaku pasar," terang Deddy. Ia memperkirakan harga minyak pada kuartal I akan bergulir di kisaran US$ 62–US$ 65,50 per barel.
Jika sentimen positif bertahan, Faisyal menyebut harga minyak di akhir kuartal I berpeluang menembus US$ 70 per barel. Selanjutnya pada semester I, harga bisa melaju ke US$ 80 per barel.
Kendati begitu, langkah AS yang terus menggenjot produksi bisa menekan harga sewaktu-waktu. "Di bulan Februari produksi minyak AS bisa menembus 10 juta barel per hari dari saat ini 9,75 juta barel per hari," ujar dia.
Secara teknikal, Deddy melihat harga bergerak di atas moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200. MACD berada di area positif dan stochatic memberi sinyal naik. Namun RSI overbought.
Deddy memperkirakan, pada Kamis (25/1), harga minyak akan bergerak di rentang US$ 63,55–US$ 65 per barel. Sementara dalam kurun waktu sepekan ke depan harga akan bergerak di kisaran US$ 61,40–US$ 65 per barel.
Prediksi Faisyal, hari ini harga minyak bergerak antara US$ 63,50–US$ 65,80 per barel. Lalu, sepekan ke depan, harga berkisar US$ 62,00–US$ 66,20 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News