Reporter: Dina Farisah | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga minyak mendidih lagi dan mendekati level US$ 100 per barel. Spekulasi peningkatan permintaan minyak Amerika Serikat (AS) memicu kenaikan harga.
Kemarin, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret 2014 di New York Mercantile Exchange diperdagangkan di level US$ 99,53 per barel pada pukul 17.58 WIB. Meski turun 0,35% dibanding posisi akhir pekan lalu, namun harganya mulai mendekati level US$ 100 per barel. Bahkan, pada perdagangan pagi, harganya sempat menyentuh US$ 100,46 per barel.
Pekan lalu, harga minyak pun naik cukup signifikan, sebesar 2,45%. Penyebabnya, tingkat pengangguran AS pada Januari lalu turun ke level 6,6% dibanding bulan sebelumnya, 6,7%. Ini posisi terendah sejak Oktober 2008.
Data positif itu memunculkan ekspektasi permintaan minyak dari AS bakal meningkat. Alhasil, harga minyak cenderung naik. Maklum, AS merupakan negara pengguna minyak terbesar di dunia.
Secara umum, menurunnya tingkat pengangguran menunjukkan pasar tenaga kerja terus dalam pemulihan. "Investor bisa menjual kontrak WTI, jika mencapai US$ 100,75 per barel," kata Ric Spooner, Head of Research CMC Markets di Sydney, seperti dikutip dari Bloomberg.
Senior Researcher and Analyst PT Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir menjelaskan, harga minyak sempat menyentuh US$ 100,43 per barel pada perdagangan Senin (10/2). Namun, kemudian harganya kembali ke level US$ 99,70. Makanya, ia menduga, pergerakan harga minyak akan cenderung sideways. Sebab, harga saat ini sudah cukup mahal.
Bisa tembus US$ 100
Pekan ini, harga minyak akan digerakkan sejumlah sentimen dari Eropa, China dan AS. Menurut Zulfirman, data pertumbuhan domestik bruto (PDB) Eropa kemungkinan bisa membawa dampak positif ke harga minyak. Tapi , kekhawatiran akan pertumbuhan ekonomi China menahan laju harga. Pasar juga tengah menanti pernyataan Gubernur Bank Sentral AS, Janet Yellen soal kelanjutan program tapering.
Analis PT SoeGee Futures, Nanang Wahyudin menduga, harga minyak masih akan naik di jangka pendek. Dalam beberapa hari mendatang, harga minyak berpotensi ditutup di atas level US$ 100 per barel. Namun, perlu dilihat juga sejauh mana pelemahan dollar AS. Jika dollar masih tertekan, positif bagi harga komoditas, termasuk minyak.
Secara teknikal, Zulfirman bilang, harga minyak menunjukkan bullish. Ini tercermin dari posisi harga di atas moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200. Indikator moving average convergence divergence (MACD) dan stochastic juga bergerak naik. Sementara, relative strength index (RSI) agak flat.
Prediksi Zulfirman, harga minyak dapat berlanjut reli, jika bisa menembus US$ 100,70 per barel. Sepekan ini, harga minyak diperkirakan bergulir di kisaran US$ 96,5-US$ 102,20 per barel. Nanang menduga, harga minyak akan bergerak antara US$ 98,50-US$ 101 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News