Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah naik lebih dari 1% pada hari Selasa (27/9), dari level terendah sembilan bulan sehari sebelumnya. Kenaikan harga minyak mentah didorong oleh pembatasan pasokan di Teluk Meksiko Amerika Serikat (AS) menjelang Badai Ian dan sedikit melemahnya dolar AS.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik US$ 1,11 atau 1,3% menjadi US$ 85,17 per barel pada 0810 GMT. Pada hari Senin harga minyak jatuh ke level US$83,65, terendah sejak Januari. Sedangkan, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik US$ 1,08 atau 1,4% menjadi US$ 77,79.
Para analis berekspektasi Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, dapat mengambil langkah untuk membendung penurunan harga dengan memotong pasokan. OPEC+ bertemu untuk menetapkan kebijakan pada 5 Oktober.
Baca Juga: Diskon Minyak Ural Susut Signifikan, Pertanda Rusia Kembali Genggam Pangaruh Pasar
Asal tahu harga minyak mentah melonjak pada awal 2022, dengan Brent mendekati level tertinggi sepanjang masa di US$147 pada Maret setelah Rusia menginvasi Ukraina, menambah kekhawatiran atas pasokan. Kekhawatiran tentang resesi, suku bunga tinggi, dan kekuatan dolar sejak itu membebani harga minyak.
"Minyak saat ini berada di bawah pengaruh kekuatan finansial," kata Tamas Varga dari pialang minyak PVM. "Sementara itu, aksi pendorong seperti yang pagi ini disebabkan oleh Badai Ian di Teluk AS, dipandang sebagai fenomena sementara."
Sementara itu, dolar AS mengambil nafas setelah sebelumnya mencapai level tertinggi 20 tahun. Dolar yang kuat membuat minyak mentah lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain dan cenderung membebani aset berisiko.
Pemotongan pasokan kembali menjadi fokus. BP dan Chevron mengatakan pada hari Senin bahwa mereka menutup produksi di anjungan lepas pantai di Teluk Meksiko saat Badai Ian mendekati wilayah tersebut.
Penurunan harga telah meningkatkan spekulasi bahwa OPEC+ dapat melakukan intervensi. Menteri perminyakan Irak pada hari Senin mengatakan kelompok itu memantau harga dan tidak menginginkan kenaikan tajam atau keruntuhan.
Baca Juga: Jika Subsidi Energi Bengkak Jadi Rp 649 Triliun, Ini Sumber Dana untuk Menambalnya
"Hanya pengurangan produksi oleh OPEC+ yang dapat mematahkan momentum negatif dalam jangka pendek," kata Giovanni Staunovo dan Wayne Gordon dari bank Swiss UBS.
Fokus juga pada hari Selasa adalah laporan inventaris AS terbaru, yang diperkirakan para analis akan menunjukkan peningkatan 300.000 barel dalam stok minyak mentah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News